Esensi Berlakunya Hukum Perburuhan

Esensi Berlaku Hukum Perburuhan 
Akhirnya penguasa (pemerintah) tampil sebagai subjek perburuhan karena atau dalam arti jabatan (ambt). Misalnya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Hukum Ketenagakerjaan, dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Industrial, dan UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh?Pekerja, uyang diundangkan pada zamannya Megawati sebagai Presiden tetap berlaku sampai sekarang selama belum dicabut oleh undang-undang lainnya.

1. Lingkup Laku Menurut Waktu (Tijdsgebied)
Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, S.H., M.H. menyatakan bahwa meski terdapat beberapa pula pendapat mengenai pengetian Hukum Perburuhan. Beberapa Sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai batasan pengertian Hukum Perburuhan secara berbeda-beda. 

Perbedaan pengertian Hukum Perburuhan di sini terletak pada perbedaan focus cara melihat satu sisi saja, tanpa memperhatikan sisi lainnya yang tidak kalah penting untuk dijelaskan. Misalnya pada yang melihat dari sudut subjek Hukum saja, atau dari segi materi atau permasalahan yang diatur saja. Tanpa melihat dari sudut pandang ruang lingkup waktunya (tijdsgebied) atau dari sudut pandang ruang lingkup wilayah (ruimtegebied).

Lingkup laku Hukum dari Perburuhan menurut waktu ini menunjukkan kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaidah hukum. Dalam hukum perburuhan, ada peristiwa- peristiwa tertentu yang timbul pada waktu yang bebrbeda, yaitu:
  • Sebelum hubungan kerja terjadi. Mencakup peristiwa- peristiwa hukum tertentu, misalnya: kegiatan pengerahan dan penempatan tenaga kerja, dan berbagai upaya dalam rangka pelatihan untuk dalam rangka memasuki pasar kerja, serta berbagai persyaratan yang harus dipenuhi sebelum bekerja, misalnya: tes kesehatan, tes ujian saringan masuk, dan surat pengalaman kerja, dan lain- lain.
  • Pada saat hubungan kerja terjadi. Mencakup peristiwa- peristiwa hukum tertentu,, misalnya: melakukan pekerjaan, pembayaran upaha, waktu kerja, kesehatan dan kesalamatan kerta serta pembayaran ganti rugi kecelakan kerja, jaminan sosial,dan lain-lain.
  • Sesudah hubungan kerja terjadi. Mencakup peristiwa- peristiwa hukum yang terjadi setelah hubungan kerja berakhir, biasanya terjadi antara mantan buruh (pekerja) dengan pihak penguasa, misalnya: pembayaran uang pensiun, pembayarann uang pesangon, santunan kamatian.
2. Lingkup Laku Menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku dari Hukum Perburuhan menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum pada wilayah yang dibatasi oleh kaidah hukum. Batas-batas wilayah berlakunya kaidah hukum perburuhan mencakup hal-hal sebagai berikut:
  • Regional
    Dalamhal ini dapat dibedakan dua wilayah, yaitu:
    • Non-sektoralRegional
      Keberlakuan ketentuan hukum perburuhan dalam hal ini dibatasi berlakunya pada suatu wilayah tertentu, misalnya: ketentuan Upah Minimum di wilayah Propinsi Jawa Barat, atau ketentuan Upah Minimu di Kabupaten Bogor.
    • SektorRegional
      Keberlakuan Hukum Perburuhan diatas, baik wilayah berlakunya maupun sektornya. Misalnya: ketentuan Upah Minimum di sector tekstil yang berlaku di wilayah Jawa Barat, ketentuan tentang Upah Minimum disektor Makanan Miniman di Jawa Timur.
  • Nasional
    Dalam hal ini juga mencakup dua wilayah berlakunya hukum perburuhan, yaitu:
    • Non-sektoral Nasional
      Keberlakuan hukum perburuhan dibatasi oleh wilayah Negara. Dengan kata lain wilayah berlakunya hukum perburuhan adalah seluruh wilayah Indonesia, tanpa memerhatikan sektornya. Misalnya: UU tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja, UU Ketenagakerjaan.
    • Sektoral Nasional
      Keberlakuan Hukum Perburuhan dibatasi oleh sektor tertentu yang di seluruh wilayah Indonesia. Misalnya: ketentuan yang mengatur masalah pelaut,ketentuan- ketentuna yang berlaku di sektor perkebunan, dan sebagainya.
  • Internasional
    Di sini keberlakuan Hukum Perburuhan melewati batas-batas Negara secara Bilateral atau secara Multilateral. Secara bilateral berlakunya Hukum Perburuhan melewati batas-batas 2 (dua) Negara misalnya MOU yang dibuat antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia tentang hak dan kewajiban buruh-buruh informal. Sedangkan secara miltalateral melewati batas-batas 3 (tiga) Negara atau lebih, misalnya ILO Core Convention yang mengatur Fundamental Rightskaum buruh yang dinyatakan berlaku di seluruh Negara Anggota International Labour Organization (ILO).
Menurut ILO Declaration on Fundamental Principles and Rightsat Workyang dideklarasikan pada tanggal 18 Juni 1998 Core Convention yang otomatis berlaku di Negara-negara anggota ILO adalah Convention No. 29 danNo. 105 tentang Larangan Kerja Paksa, Convention No.138 dan No. 182 tentang pembatasan Umur buruh anak, Convention No. 87 dan No. 98 tentang Kebebasan Berserikat dan Berunding Collective, Convention No. 100 dan Convention No.111 tentang larangan Diskriminasi tentang Upah dan Diskriminasi lainnya.

3. Lingkup Laku Menuruthal Ihwal (Zaaksgebied)
Lingkup Laku dari Hukum Perburuhan menurut hal ikwal di sini berkaitan dengan hal-hal apa saja yang menjadi opbjek pengatauran dari suata kaidah. Dilihat dari materi muatan Hukum perburuhan, maka dapat digolongkan sebagai berikut:
  • Hal-hal yang berkaitan dengan Pengerahan dan Pendayagunaan tenaga Kerja.
  • Hal-hal yang berkaitan dengan Hubungan kerja dan Kesehatan Perburuhan.
  • Hal-hal yang berkaitan dengan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja.
  • Hal-hal yang berkaitan dengan Perlindungan Jaminan Sosial dan Asuransi Tenaga Kerja dan Pengupahan.
  • Hal-hal yang berkaitan dengan masalah Penyelesaian Perselisihan perburuhan dan Pemutusan hubungan Kerja.
Semoga Bermanfaat...
Admin : Paramita Wulandari, SH




Previous
Next Post »