Metode Pendekatan dalam Mempelajari Hukum Tata Negara

Metode Pendekatan dalam Hukum Tata Negara
Dalam mepelajari Hukum Tata Negara dikenal 5 (lima) metode pendekatan, kelima metode pendekatan tersebut adalah sebagai berikut.
  • Metode Yuridis Normatif/Dogmatis/Formal
    Metode yuridis normatif adalah metode pendekatan yang mendasarkan diri pada asas-asas hukum yang menjadi dasar peraturan perundang-undangan. Menurut metode ini, suatu peraturan perundang-undangan tidak boleh menyimpang dari ketentuan dasar yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Metode Fungsional
    Dengan metode fungsional yang dikaji adalah fungsi lembaga- lembaga negara.
  • Metode Sosiologis (Kemasyarakatan)
    Metode sosiologi dipergunakan karena pada hakikatnya suatu undang-undang adalah produk politik.
  • Metode Filosofis
    Metode filosofis adalah pendekatan berdasarkan pada pandangan hidup bangsa. Sebagai contoh, di Indonesia kajian hukum dalam masyarakat harus bersumber pada falsafah bangsa yaitu Pancasila.
  • Metode Historis
    Dengan metode historis yang dilihat adalah sejarah hukumnya atau kronologis pembuatan atau masa pembuatan peraturan perundang- undangan tersebut.
Djokosoetono mengatakan bahwa metode memunyai empat arti yaitu metode dalam arti ilmu pengetahuan, dalam arti sebagai cara bekerja, dalam arti pendekatan dan dalam arti tujuan. Para penulis Hukum Tata Negara menggunakan metode dalam arti cara bekerja dan pendekatan. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim menggunakan Kata pendekatan.

Dikatakan bahwa dalam menyelidiki persoalan Hukum Tata Negara,Di samping menggunakan pendekatan yuridis formal yang lazim dipakai dalam ilmu pengetahuan hukum, juga perlu menggunakan metode filsafat, metode kemasyarakatan (sosiologis), Dan metode sejarah (historis). Sebab ruang lingkup kajian Hukum Tata Negara tidak hanya terbatas pada bangunanbangunan hukumnya saja, melainkan juga meliputi asas-asas dan pengertian-pengertiannya yang merupakan dasar bagi terwujudnya bangunan-bangunan hukum itu. 

Sebagai contoh dikemukakan salah satunya ialah mengenai kaitan antara Pancasila dengan asas kekeluargaan, musyawarah, dan Ketetapan MPR/MPRS. Namun demikian, mereka mengingatkan bahwa cara pendekatan yang lain dari pada yuridis formal dapat digunakan sebagai alat pembantu, dengan ketentuan jangan sampai penulis terlibat dalam suatu metode syncretismus.

Sama halnya dengan Harmaily Ibrahim dan M. Kusnardi, Usep Ranawijaya juga menggunakan metode dalam arti pendekatan. Dikatakan bahwa Hukum Tata Negara tidak dapat dimengerti dengan hanya semata-mata melihat dan mempelajari bentuk-bentuk perumusan kaidah hukum yang dapat diketahui dari hasil perundangundangan, kebiasaan, yurisprudensi dan penemuan ilmu pengetahuan, melainkan juga harus mendekati persoalan Hukum Tata Negara Dari segi sejarah, kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam masyarakat dan perbandingan dengan tertib hukum negara-negara lainnya.

Dalam Hukum Tata Negara, pada mulanya tidak disadari untuk mengadakan metode tertentu. Usaha pertama yang secara sadar untuk mengadakan suatu metode tertentu dilakukan oleh Paul Laband dari aliran Deutsche Publizisten Schule (Mazab Hukum Publik Jerman). Dalam bukunya yang berjudul “Das Staatsrecht des Deutzen Reiches”, diintrodusir metode yuridis dogmatis (1876-1882). 

Menurut metode yuridis dogmatis, pengkajian masalah Hukum Tata Negara dilakukan dengan memahami berbagai peraturan ketatanegaraan, mulai dari Undang-Undang Dasar hingga peraturan perundang- undangan yang terendah. Jika suatu persoalan tidak ada pengaturannya dalam peraturan-peraturan ketatanegaraan tersebut, maka hal tersebut bukan masalah Hukum Tata Negara.

Metode yuridis dogmatis dalam kenyataannya tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan. Kekurangan metode ini ditunjukkan oleh Struycken, yang mengatakan bahwa Hukum Tata Negara tidak cukup hanya menyelidiki Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang. Di luar itu, masih terdapat berbagai peraturan Hukum Tata Negara lainnya, yang walaupun tidak tertulis, namun memunyai kekuatan hukum sama dengan UUD, misalnya conventions (kebiasaan Ketatanegaraan atau kelaziman ketatanegaraan atau konvensi ketatanegaraan). 

Kelemahan Metode yuridis dogmatis juga ditunjukkan oleh Thoma Dari aliran Sociological Jurisprudence Dalam bukunya “Handbuch Des Deutzen Staatsrecht. Menurut Thoma, dengan metode historis yuridis pemahaman terhadap masalah Hukum Tata Negara tidak cukup dengan memahami lembaga-lembaga ketatanegaraan Yang terdapat di dalam peraturan-peraturan ketatanegaraan melainkan juga harus memahami aspek sosiologis dan politis yang menjadi latar belakang perkembangan lembaga-lembaga ketatanegaraan tersebut. Akan tetapi, menurut van der Pot dalambukunya “Handboek Van Nederland Staatsrecht”, Metode historis yuridis menyebabkan penyelidik bersifat subjektif dan tidak dapat mengungkapkan latar belakang yang sebenarnya dari masalah yang dikaji.

Oleh karena itu, dalam perkembangan Hukum Tata Negara, dikenal pula metode historis sistematis (historische systematische methode) yang dikembangkan oleh S.W. Couwenberg dalam bukunya Modern Constitutioneelrecht Emancipate van de Mens. Dengan metode ini, permasalahan didekati dari sudut historis dan dianalisa secara sistematis untuk mendapatkan pengertian yang tepat, baik mengenai teori maupun peraturan ketatanegaraan. Hal itu hanya dapat dipahami secara tepat berdasarkan kondisi-kondisi historis yang melahirkannya. Setiap konsep maupun ide, betapapun abstraknya, terikat pada situasi tertentu. Oleh karena itu, pemahamannya secara tepat tidak dapat dilepaskan dari situasi yang melahirkannya.

Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa metode historis sistematis menggantikan metode historis yuridis yang sudah ditinggalkan oleh negara asalnya. Sebab, metode ini hanya berorientasi pada masa lampau dan hanya menerima apa adanya saja serta tidak mengadakan analisa lebih lanjut terhadap masalah yang ditelaahnya. Sedangkan, metode historis sistematis dengan tajam mengadakan analisa dan penilaian terhadap suatu masalah dan berusaha mencari relevansi masalah tersebut terhadap perkembangan ketatanegaraan. Dengan demikian, metode ini berorientasi pada masa lampau, masa sekarang dan masa depan. Satu contoh yang dikemukakan ialah mengenai pemahaman terhadap Dekrit presiden 5 Juli 1959.

Sementara itu, Sri Soemantri dalam bukunya “Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi” menggunakan pendekatan historik-yuridik- komparatif dan analitik dalam melakukan penelitian dan pembahasan terhadap “Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalam Undang- undang Dasar 1945.
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa pada awalnya kajian-kajian dalam Hukum Tata Negara dilakukan secara dogmatis yakni dilakukan hanya terhadap ketentuan-ketentuan konstitusi secara tekstual. Kemudian, kajian secara dogmatis tersebut ditinggalkan, melainkan dilakukan eksplanasi analisis mengenai studi Hukum Tata Negara dengan menggunakan pendekatan historis, sosial, politik, komparatif, filosofis, dan bahkan pendekatan ekonomi.

Semoga Bermanfaat...
Admin : Andi Mariani Sukma, SH
Web Blog : Remember Pedia




Previous
Next Post »