Pidana Denda - Dalam sejarahnya, pidana denda telah digunakan dalam hukum pidana selama berabad- abad. Anglo saxon mula-mula secara sistematis menggunakan hukuman finansial bagi pelaku kejahatan. Pembayaran uang sebagai ganti kerugian diberikan kepada korban.
Ganti rugi tersebut menggambarkan keadilan swadaya yang sudah lama berlaku yang memungkinkan korban untuk menuntut balas secara langsung terhadap mereka yang telah berbuat salah dan akibat terjadinya pertumpahan darah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ancaman terhadap kehidupan dan harta benda suatu kelompok yang ditimbulkan oleh pembalasan korban adalah faktor penting dalam perkembangan dan popularitas hukuman dalam bentuk uang.
Pidana denda itu sendiri sebenarnya merupakan pidana tertua dan lebih tua daripada pidana penjara. Pembayaran denda terkadang dapat berupa ganti kerugian dan denda adat. Dalam zaman modern, denda dijatuhkan untuk delik ringan dan delik berat dikumulatifkan dengan penjara. Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan trakhir atau keempat, sesudah pidana mati, pidana penjara dan pidana kurungan.
Pidana denda diancamkan sering kali sebagai altenatif dengan pidana kurungan terhadap hampir semua pelanggaran (overtredingen) yang tercantum dalam Buku III KUHP. Terhadap semua kejahatan ringan, pidana denda itu diancamkan sebagai alternatif dengan pidana penjara. Demikian juga terhadap bagian terbesar kejahatan-kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja. Alternatif lain adalah dengan pidana kurungan. Pidana denda itu jarang sekali diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan yang lain.
Pengaturan pidana denda dalam KUHP ditentukan dalam Pasal 10 jo. Pasal 30. Pasal 30 mengatur mengenai pola pidana denda. Ditentukan bahwa banyaknya pidana denda sekurang- kurangnya Rp. 3,75 sebagai ketentuan minimum umum. Mengenai pidana denda oleh pembuat undang-undang tidak ditentukan suatu batas maksimum yang umum. Dalam tiap-tiap pasal dalam KUHP yang bersangkutan ditentukan batas maksimum (yang khusus) pidana denda yang dapat ditetapkan oleh Hakim.
Pidana denda sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek yang merupakana jenis pidana pokok yang paling jarang dijatuhkan oleh para hakim, khususnya dalam peraktek peradilan di Indonesia. Sejak 1960 sampai sekarang, belum ada ketentuan yang menyesuaikan mengenai ukuran harga barang yang telah meningkat dalam perekonomian di Indonesia. Hal inilah yang kemudian dijadikan alasan bagi penegak hukum untuk menerapkan pidana hilang kemerdekaan, dibandingkan dengan pemberian pidana denda.
Dalam suatu sanksi pidana, penderitaan merupakan salah satu unsur yang penting, sama pentingnya dengan unsur-unsur pidana lainnya. Walaupun demikian hal tersebut tidak boleh digunakan sebagai sarana pembalasan, tetapi tidak lebih hanya shock terapi bagi narapidana agar dia sadar. Pidana pada dasarnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan individu. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan.
Dengan ancaman pidana yang akan dijatuhkan dapat bersifat sebagai pencegahan khusus, yakni untuk menakut- nakuti sipenjahat supaya jangan melakukan kejahatan lagi dan pencegahan umum, yaitu sebagai cermin bagi seluruh anggota masyarakat supaya takut melakukan kejahatan. Menurut Emile Durkheim bahwa fungsi dari pidana adalah untuk menciptakan kemungkinan bagi pelepasan emosi-emosi yang ditimbulkan atau guncangan oleh adanya kejahatan.
Semoga Bermanfaat....
Admin : Marhamah Adriani, SH
Web Blog : Pengacara Senior