Asas-asas Hukum Acara Perdata Indonesia

Asas-asas Hukum Acara Perdata
Asas-asas hukum acara perdata adalah pedoman atau prinsip- prinsip hukum yang mengatur tata cara pelaksanaan proses peradilan dalam perkara perdata. Mereka memberikan dasar yang kuat untuk menjalankan proses peradilan yang adil, transparan, dan efisien. Asas-asas ini melibatkan hak-hak dan kewajiban pihak-pihak dalam perkara, peran hakim, prosedur persidangan, pembuktian, dan pelaksanaan putusan.

Tujuan utama dari asas- asas hukum acara perdata adalah untuk mencapai keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan hak-hak individu. Asas hukum acara perdata merujuk pada seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang mengatur proses dan tata cara dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan. Asas-asas ini merupakan bagian penting dalam sistem hukum perdata karena memberikan jaminan bahwa proses peradilan berjalan secara adil dan efektif.

Asas-asas hukum acara perdata mencakup berbagai hal, seperti hak untuk mengajukan gugatan, prosedur pengajuan gugatan, proses persidangan, dan putusan pengadilan. Beberapa asas hukum acara perdata yang penting antara lain:

1. Hakim Bersifat Menunggu
Pertama,dalam asas hukum acara perdata yaitu inisiatif untuk mengajukan gugatan diserahkan kepada pihak yang berkepentingan atau pihak yang beperkara. Jika tidak ada gugatan, maka tidak ada hakim. Secara sederhana, asas hukum acara perdata yang artinya hakim bersifat menunggu adalah menerangkan bahwa hakim menunggu diajukannya perkara atau gugatan. Dengan kata lain, hakim tidak boleh aktif mencari perkara atau “menjemput bola” di masyarakat. Akan tetapi, sekali suatu perkara diajukan, hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadilinya dengan alasan apapun.

2. Hakim Pasif
Asas hukum acara perdata yang kedua yaitu hakim dalam memeriksa suatu perkara bersikap pasif. Artinya, ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim ditentukan oleh pihak yang beperkara dan bukan oleh hakim.

Dengan kata lain, penggugat menentukan apakah ia akan mengajukan gugatan, seberapa luas (besar) tuntutan, juga tergantung para pihak (penggugat/ tergugat) suatu perkara akan dilanjutkan atau dihentikan, misalnya lewat perdamaian atau gugatan dicabut. Semua tergantung para pihak, bukan pada hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan menilai siapa diantara para pihak yang berhasil membuktikan kebenaran dalilnya dan mana yang benar dari dalil yang dikemukakan tersebut.

3. Hakim Aktif
Hakim harus aktif sejak perkara dimasukkan ke pengadilan, dalam artian untuk memimpin sidang, melancarkan jalannya persidangan, membantu para pihak mencari kebenaran, sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi). Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut sebagaimana dimaksud Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR, Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg.

Adapun asas hakim pasif dan aktif dalam hukum acara perdata disebut dengan verhan dlungsmaxime. Meskipun hakim bersifat pasif (tidak menentukan luasnya pokok perkara), bukan berarti hakim tidak berbuat apa-apa. Sebagai pimpinan sidang, hakim harus aktif memimpin jalannya persidangan, menentukan pemanggilan, menetapkan hari sidang, karena jabatan memanggil sendiri saksi (apabila perlu), serta memerintahkan alat bukti untuk disampaikan di depan persidangan.

4. Sidang Pengadilan Terbuka untuk Umum
Asas hukum acara perdata yang keempat adalah sidang perkara perdata di pengadilan terbuka untuk umum. Artinya, setiap orang boleh menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan perkara di persidangan. Hal ini secara tegas dituangkan dalam Pasal 13 ayat (1) dan (2) UU 48/2009:
  • Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
  • Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
  • Tidak dipenuhinya ketentuan ayat (1) dan (2) di atas, mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Dalam praktiknya, meskipun hakim tidak menyatakan persidangan terbuka untuk umum, kalau dalam berita acara persidangan dicatat bahwa persidangan dinyatakan terbuka untuk umum, putusan yang telah dijatuhkan tetap sah. Namun, dalam pemeriksaan perkara perceraian atau perzinaan, sering kali persidangan dilakukan secara tertutup. Tetapi pada awalnya, persidangan harus tetap dinyatakan terbuka untuk umum terlebih dahulu sebelum dinyatakan tertutup.

5. Mendengar Kedua Belah Pihak
Asas hukum acara perdata yang kelima adalah kedua belah pihak harus diperlakukan sama, tidak memihak, dan didengar bersama-sama. Asas acara perdata bahwa kedua belah pihak harus didengar lebih dikenal dengan asas audi et alteram partem.

Asas hukum acara perdata yang satu ini mengartikan hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar apabila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.

6. Putusan Harus Disertai Alasan
Semua putusan hakim (pengadilan) pada asas hukum acara perdata harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan ini merupakan argumentasi sebagai pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, dan ilmu hukum sehingga mempunya inilai objektif. Karena alasan-alasan tersebut, putusan hakim (pengadilan) mempunyai wibawa.

Sering kali, alasan-alasan yang dikemukakan dalam putusan didukung yurisprudensi dan doktrin. Ini tidak berarti hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya, tapi hakim wajib menggali,mengikuti,dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Asas the binding force of precedent tidak dianut di Indonesia, namun terikatnya atau berkiblatnya hakim terhadap yurisprudensi ialah karena yakin bahwa putusan mengenai perkara yang sejenis memang sudah tepat dan meyakinkan.

7. Hakim Harus Menunjuk Dasar Hukum Putusannya
Hakim (pengadilan) tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Larangan ini karena anggapan hakim tahu akan hukumnya (ius curia novit). Jika dalam suatu perkara, hakim tidak menemukan hukum tertulis, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

8. Hakim Harus Memutus Semua Tuntutan
Selain asas hukum acara perdata bahwa hakim harus menunjuk dasar hukum dalam putusan, hakim harus memutus semua tuntutan penggugat. Hakim tidak boleh memutus lebih atau lain dari pada yang dituntut. Ini dikenal dengan iudex non ultra petita atau ultra petita non cognoscitur adalah hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya.

Misalnya penggugat mengajukan tuntutan agar tergugat dihukum mengembalikan utangnya, tergugat dihukum membayar ganti rugi, dan tergugat dihukum membayar bunga. Maka, tidak ada satu pun dari tuntutan tersebut yang boleh diabaikan hakim.

9. Beracara Dikenakan Biaya
Asas hukum acara perdata selanjutnya adalah seseorang yang akan beperkara dikenakan biaya perkara. Biaya perkara tersebut meliputi biaya kepaniteraan, biaya panggilan, pemberitahuan para pihak, serta biaya meterai.

Namun, bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan mendapat izin untuk dibebaskan dari membayar biaya perkara, dan dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat setempat.

10. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
Tidak ada ketentuan yang mewajibkan para pihak mewakilkan pada orang lain (kuasa) untuk beperkara di muka pengadilan, sehingga dapat terjadi langsung pemeriksaan terhadap parapi hak yang beperkara. Adapun beperkara di pengadilan tanpa seorang kuasa akan lebih menghemat biaya.

Namun, para pihak bisa saja memberi kuasa kepada kuasa hukumnya apabila dikehendaki. Sebab, bagi pihak yang ‘buta hukum’tapi terpaksa beperkara dipengadilan, kuasa hukum yang mengetahui hukum tentu sangat membantu pihak yang bersangkutan.

Semoga Bermanfaat...
Admin : Fina Wulandari Winataputri, SH
Web Blog : Kabupaten Sidrap



Previous
Next Post »