Penjelasan Lengkap Tentang Residivis Atau Pengulangan Kejahatan

Pengertian Recidive / Residivis (Pengulangan)
Recidive dalam kamus hukum diartikan sebagai ulangan kejahatan, kejadian bahwa seseorang yang pernah dihukum karena melakukan suatu kejahatan, melakukan lagi suatu kejahatan. Recidive adalah kelakuan seseorang yang mengulangi perbuatan pidana sesudah dijatuhi pidana dengan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena perbuatan pidana yang telah dilakukanya lebih dahulu. 

Seseorang yang sering melakukan perbuatan pidana, dan karena dengan perbuatan-perbuatanya itu telah dijatuhi pidana bahkan lebih sering dijatuhi pidana, disebut residivist. Kalau residive menunjukkan pada kelakuan mengulangi perbuatan pidana, maka residivist menunjuk kepada orang yang melakukan pengulangan perbuatan pidana.

Menurut E.Y Kanter & S.R Sianturi yang dimaksud dengan residiv (Recidive)/ pengulangan secara umum adalah apabila seorang melakukan suatu tindak pidana dan untuk itu dijatuhkan pidana padanya, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu:
  • Sejak setelah pidana tersebut dilaksanakan seluruhnya atau sebahagian;
  • Sejak pidana tersebut seluruhnya dihapuskan, atau apabila kewajiban menjalankan/ melaksanakan pidana itu belum daluwarsa, ia kemudian melakukan tindak pidana lagi.
Dari pembatasan tersebut diatas, dapat ditarik syarat-syarat yang harus dipenuhi
yaitu:
  • Pelakunya sama
  • Terulangnya tindak pidana, yang untuk tindak pidana terdahulu telah dijatuhi pidana (yang sudah mempunyai kekuatan yang tetap)
  • Pengulangan terjadi dalam jangka waktu tertentu.
Jadi, recidive itu terjadi apabila seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan terhadap perbuatan pidana tersebut telah dijatuhi dengan putusan hakim. Putusan tersebut telah dijalankan akan tetapi setelah ia selesai menjalani pidana dan dikembalikan kepada masyarakat, dalam jangka waktu tertentu setelah pembebasan tersebut ia kembali melakukan perbuatan pidana.

Macama-Macam Recidive
  • Recidive Umum (Algemene recidive atau Generale recidive). Recidive umum terjadi apabila seseorang yang telah melakukan delik kemudian terhadap perbuatan pidana tersebut telah dijatuhi pidana oleh hakim serta menjalani pidananya di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Setelah selesai menjalani hukumannya, bebas dan kembali ke dalam masyarakat, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan undang-undang orang tersebut melakukan lagi perbuatan pidana yang perbuatan pidananya tidak sejenis.
  • Recidive Khusus (Speciale Recidive). Recidive tersebut terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan pidana dan terhadap perbuatan pidana tersebut telah dijatuhi pidana oleh hakim. Setelah dijatuhi pidana dan pidana tersebut dijalaninya, kemudian kembali ke masyarakat, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang kembali lagi melakukan perbuatan pidana yang sejenis dengan perbuatan pidana yang terdahulu.
  • Tussen stelsel adalah apabila seseorang melakukan perbuatan pidana dan terhadap perbuatan pidana itu ia telah dijatuhi pidana oleh hakim. Tetapi setelah ia menjalani pidana dan kemudian dibebaskan, orang tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan oleh undang-undang melakukan perbuatan pidana dan perbuatan pidana yang dilakukan itu merupakan golongan tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang. Pengulangan tindak pidana dalam KUHP diatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupa kejahatan dalam buku II maupun yang berupa planggaran dalam buku III. Adapun syarat-syarat recidive untuk tiap-tiap tindak pidana, baik terhadap kejahatan maupun pelanggaran adalah sebagai berikut:
Recidive Kejahatan
Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive kejahatan menurut KUHP adalah recidive kejahatan-kejahatan tertentu. Mengenai recidive kejahatan-kejahatan tertentu ini KUHP membedakan antara lain:
  • Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang sejenis diatur secara tersebar dalam sebelas pasal-pasal tertentu buku II KUHP yaitu dalam pasal 137 (2), 144 (2), 155 (2), 157 (2), 161 (2), 163 (2), 208 (2), 216 (3), 321 (2), 393 (2), dan 303 bis (2). Dengan demikian di dalam sistem recidive kejahatan sejenis ini hanya ada 11 jenis kejahatan yang dapat merupakan alasan pemberatan pidana. Persyaratan recidive disebutkan dalam masing- masing pasal yang bersangkutan, yang pada umumnya mensyaratkan sebagai berikut:
    • Kejahatan yang diulangi harus sama atau sejenis dengan kejahatan yang terdahulu;
    • Antara kejahatan yang terdahulu dan kejahatan yang diulangi harus sudah ada keputusan hakim berupa pemidanaan yang telah mempunyai kekuatan tetap;
    • Si pelaku melakukan kejahatan yang bersangkutan pada waktu menjalankan pencaharianya (khusus pasal 216, 303 bis  dan 393 syarat ini tidak ada);
    • Pengulanganya dilakukan dalam tenggang waktu tertentu yang disebut dalam pasal-pasal yang bersangkutan yaitu:
      • Dua tahun sejak adanya keputusan hakim yang tetap (untuk delik-delik dalam pasal 137, 144,  208,  216,  303  bis  dan 321), atau
      • Lima tahun sejak adanya keputusan hakim yang tetap (untuk delik-delik dalam pasal 155, 157, 161, 163 dan 393).
  • Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang masuk dalam satu kelompok jenis diatur dalam pasal 486, 487, dan 488 KUHP. Adapun persyaratan recidive menurut ketentuan pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
  • Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenis dengan kejahatan yang pertama atau yang terdahulu. Kelompok jenis kejahatan yang dimaksud ialah:
    • Kelompok jenis kejahatan dalam pasal 486 KUHP yang pada umumnya mengenai kejahatan terhadap harta benda dan pemalsuan misalnya: Pemalsuan mata uang (244-248 KUHP), pemalsuan surat (263-264 KUHP), pencurian (362, 363, 365 KUHP), pemerasan (368 KUHP), pengancaman (369 KUHP),
    • penggelapan (372, 374, 375 KUHP),  penipuan (378 KUHP), kejahatan jabatan (415, 417, 425, 432 KUHP), penadahan (480,481 KUHP).
Dalam pasal 486 KUHP mengatur tentang pidana maksimum dari beberapa kejahatan dapat ditambah 1/3 karena recidive. Dalam pasal tersebut, kejahatan- kejahatan yang digolongkan terdiri dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang tidak halal ataupun yang dilakukan seseorang dengan melakukan  tipu  muslihat. Hal  tersebut
yang dijadikan dasar untuk memperberat pidana dengan 1/3 dengan syarat:
  • Terhadap kejahatan yang dilakukan harus sudah dipidana dengan putusan hakim yang tidak dapat dirubah lagi dan dengan hanya pidana penjara.
  • Harus dalam jangka waktu lima tahun terhitung dari saat selesainya menjalani pidana penjara dengan saat ia melakukan perbuatan pidana untuk kedua kalinya.
Kelompok jenis kejahatan dalam pasal 487 KUHP pada umumnya mengenai kejahatan terhadap orang misalnya penyerangan dan makar terhadap Kepala Negara (131, 140, 141 KUHP), pembunuhan biasa dan berencana (338, 339, 340 KUHP), pembunuhan anak (341, 342 KUHP), euthanasia (344 KUHP), abortus (347, 348 KUHP), penganiayaan biasa/berat dan penganiayaan berencana (351, 353, 354, 355 KUHP), kejahatan pelayaran yang berupa pembajakan (438-443 KUHP) dan insubordinasi (459-460 KUHP).

Dalam pasal tersebut terdapat segolongan kejahatankejahatan tentang perbuatan pidana yang dilakukan seseorang dengan menggunakan kekerasan terhadap orang lain yaitu pembunuhan dan penganiyaan. Kejahatan yang diatur dalam pasal 487 KUHP yang memungkinkan pidananya ditambah 1/3, asal saja memenuhi syarat-syaratseperti yang diatur dalam pasal 486 KUHP karena hanya pidana penjara dari kejahatan tersebut di dalamnya boleh ditambah dengan 1/3nya karena recidive tersebut.202

Kelompok jenis kejahatan dalam pasal 488 KUHP pada umumnya mengenai kejahatan penghinaan dan yang berhubungan dengan penerbitan atau percetakan, misalnya penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden (134- 137 KUHP), penghinaan terhadap Kepala Negara sahabat (142-144 KUHP), penghinaan terhadap orang pada umumnya (310-312 KUHP), dan kejahatan penerbitan atau percetakan (483,484 KUHP).

Pidana yang ditentukan dalam pasal 488 KUHP dapat ditambah sepertiga jika yang bersalah ketika melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak menjalani untuk seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal tersebut, atau sejak pidana tersebut baginya sama sekali telah dihapuskan atau jika waktu melakukan kejahatan, kewenangan menjalankan pidana tersebut kadaluwarsa. 

Syarat agar pidana maksimum dapat ditambah 1/3 karena recidive menurut pasal 488 KUHP, adalah:
  • Dalam pasal 488 KUHP tersebut tidak ditentukan harus dengan penjara yang harus dilakukan berhubung dengan kejahatan pertama. Dalam pasal tersebut hanya menyebutkan pidananya, bukan pidana penjara saja. Hal tersebut berarti pidana kurungan dan denda dapat merupakan dasar pemberatan tersebut.
  • Sama dengan  syarat  kedua dalam pasal 486 atau  487 KUHP.
Semoga Bermanfaat....
Admin : Sulastri Atmajaya, SH




Previous
Next Post »