Hukum Agraria Masa Era Reformasi Hingga Saat ini

Hukum Agraria Masa Era Reformasi
Bila dilihat dari berbagai retorika politik  dan  akademik sejak 1998, terkesan adanya perbedaan pandangan mengenai makna dan istilah reformasi. Setidaknya adalah tiga macam pengertian yang terkemuka: 
  • Reformasi adalah perbaikan yang dilaksanakan secara bertahap, “evolusioner”, gradual, dan konstitusional (ini versi pemerintah Habibie); 
  • Reformasi, “secara substansial” adalah sama dengan revolusi;
  • Reformasi pada dasarnya memang bukan revolusi, tetapi dalam aspek-aspek tertentu bernuansa “revolusioner”, bukan sekadar perbaikan tambal sulam. (Gunawan Wiradi; 2009).
Reformasi menurut (Cf. T.F. Hoult, 1969) yaitu merupakan suatu pembaruan yang bertujuan mengoreksi bekerjanya berbagai institusi, dan berusaha menghilangkan berbagai kerusakan yang dianggap sebagai sumber malfunction-nya institusi-institusi dalam suatu tatanan sosial. Jadi, tujuannya lebih kepada memperbarui fungsi daripada memperbarui struktur. Inilah salah satu ciri yang membedakan “reformasi” dari “revolusi”.

Sedangkan Gunawan Wiradi (2009) menyebutkan bahwa Reforma agraria bukan reformasi dalam pengertian ini. Reforma agraria melibatkan perubahan fungsi dan juga perubahan struktur. Dengan jatuhnya Presiden Soeharto sebagai pucuk pimpinan Orde Baru pada Mei 1998, mulai kita memasuki era reformasi atau perubahan segala bidang, yang mencakup berbagai aspek (politik, hukum dan lain sebagainya).

Setelah turunya pimpinan Orde Baru pada tahun 1998, untuk sesaat banyak orang menaruh harapan bahwa  akan terjadi perubahan drastis di segala bidang, termasuk dalam hal keagrariaan. Namun percaturan politik berkembang sedemikian rupa sehingga tiga tahun harus berlalu sebelum akhirnya lahir TAP MPR Nomor IX/2001 tentang pembaharuan Agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Dalam hal ini dianggap sebagai kebangkitan kembali semangat Reforma Agraria. 

Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan Pasal 5 Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/20 Pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam harus dilaksanakan sesuai dengan  prinsip-prinsipyaitu  sebagai berikut: 
  • Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 
  • Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; 
  • Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum; 
  • Rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia; 
  • Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat; 
  • Mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam;
  • Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan dukung lingkungan; 
  • Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat; 
  • Meningkatkan keterpaduan  dan  koordinasi  antarsektor  pembangunan  dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam; 
  • Mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam; 
  • Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu; 
  • Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah  rovinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan manajemen sumberdaya agraria dan sumberdaya alam.
Pada masa reformasi ini tuntutan untuk melakukan reformasi agrarian di Indonesia bermuara pada lahirnya Ketetapan MPR RI Nomor IX tahun 2001 tentang Pembaharuan agraria dan pengelolaan Sumber Daya Alam yang tertuang dalam Pasal 6 yaitu sebagai berikut:
  • Arah kebijakan pembaruan agraria yaitu: a) Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini;
  • Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan; 
  • Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara   komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform;
  • Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal Ketetapan ini;
  • Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang terjadi;
  • Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumberdaya agraria yang terjadi.
Arah kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam yaitu: 
  • Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai pengaturan perundangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan perundangan yang didasarkan pada prinsip pembaharuan agraia dan pengelolaan sumber daya alam (baca Pasal 4 Ketetapan MPR RI ini); 
  • Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat; 
  • Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. 
  • Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agrarian yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip Pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya Alam; 
  • Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaharuan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik sumber daya alam yang terjadi; 
  • Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaharuan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya alam yang terjadi.
Adapaun Ketetapan MPR RI tersebut diatas berkedudukan sebagai:
  • Arah kebijakan strategis dalam memberikan pengaturan dibidang agraria sehingga akan adanya dampak perubahan terhadap visi dan misi yang terkandung dalam  ketentuan agraria yang ada selama ini. Dengan kata lain, melalui ketetapan MPR ini telah  lahir  politik  hukum  agraria  yang lebih manusiawi;
  • Dasar validitas atau kebasahan bagi peraturan hukum agraria di Indonesia. Artinya ketentuan; hukum agraria yang ada harus bersumber dan sesuai dengan substansi yang terkandung dalam TAP MPR dimaksud.
Catatan penulis dengan hadirnya ketetapan MPR-RI ini, bukan berarti reformasi agraria telah berakhir, lahirnya ketetapan tersebut memberikan dasar bagi semua pihak untuk terus melakukan revisi dalam mewujudkan peraturan baru untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat bukan meng-anak emaskan kaum kapitalisme dan harus berpihak kepada kaum marjinal (miskin).

Semoga Bermanfaat...
Admin : Andi Anriani Sulfiana, SH
Web Blog : Remember Pedia



Previous
Next Post »