Mengutip dari buku Hukum Acara Perdata Di Indonesia. Permasalahan Eksekusi dan Mediasi oleh Endang Hadrian, hukum acara perdata diIndonesia, ternyata sampai kini tetap mengadopsi hukum acara perdata peninggalan Belanda. Sumber hukum acara perdata adalah tempat di mana dapat ditemukannya ketentuan- ketentuan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia. Sumber-sumber hukum acara perdata di Indonesia adalah:
1. Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
HIR ini dibagi dua yaitu bagian hukum acara pidana dan acara perdata, yang diperuntukkan untuk golongan Bumiputera dan Timur Asing diJawa dan Madura untuk perkara dimuka Landraad. Bagian acara pidana dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 114 dan Pasal 246 sampai dengan Pasal 371. Bagian acara perdata dari Pasal 115 sampai dengan 245. Sedangkan titel ke 15 yang adalah peraturan rupa-rupa (Pasal 372 s.d. 394) meliputi acara pidana dan acara perdata
2. Reglement Voorde Buitengewesten (RBg)
RBg yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ordonansi 11 Mei 1927 adalah pengganti berbagai peraturan yang berupa reglemen yang tersebar dan berlaku hanya dalam suatu daerah tertentu saja. RBg berlaku untuk di luar Jawa dan Madura
3. Reglementopde Burgerlijke Rechtsvordering (RV)
Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (RV) adalah reglemen yang berisi ketentuan-ketentuan hukum acara perdata yang berlaku khusus untuk golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka untuk berperkara di muka Raad Van Justitie dan Residentie Gerecht.
4. Burgerlijk Wetboek (BW)
BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), walaupun sebagai kodifikasi Hukum Perdata Materiil, namun juga memuat Hukum Acara Perdata, terutama dalam Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa (Pasal 1865 s.d. Pasal 1993). Selain itu, terdapat juga dalam pasal BukuI, misalnya tentang tempat tinggal atau domisili (Pasal 17 s.d. Pasal 533, Pasal 535, Pasal 1244, dan Pasal1365).
5. Weotboekvan Koophandel (WvK)
Dikenal juga sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, meski sebagai kodifikasi Hukum Perdata Materiil, namun di dalamnya ada beberapa pasal yang memuat ketentuan Hukum Acara Perdata (Misalnya Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 32, Pasal 255, Pasal 258, Pasal 272, Pasal 273, Pasal 274, Dan Pasal 275).
6. Berbagai undang-undang yang berkaitan dengan hukum acara perdata, seperti:
- Undang-UndangNomor 20 Tahun 1947tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
- Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan Dan Acara Pengadilan- Pengadilan Sipil.
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Kemudian mengalami perubahan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 3 2009, namun hukum acara perdata dalam undang-undang ini tidak berubah
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Kemudian mengalami perubahan dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
- Undang-Undang 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kemudian mengalami perubahan dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
- Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Di beberapa yurisdiksi, adat istiadat dan praktik-praktik yang telah menjadi tradisi dalam pengadilan dapat menjadi sumber hukum tambahan yang penting. Meskipun adat istiadat tidak memilikikekuatanhukumyangsamadenganundang-undangdan putusan pengadilan, pengadilan seringkali mempertimbangkan praktik-praktik ini dalam memutuskan perkara perdata.
8. Doktrin Hukum
Doktrin hukum mencakup pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh para ahli hukum dan sarjana hukum melalui tulisan-tulisan mereka. Pandangan-pandangan ini dapat menjadi sumber referensi yangpenting dalam memahami konsep-konsep hukum dalam hukum acara perdata. Doktrin hukum sering digunakan oleh pengadilan sebagai alat interpretasi undang- undang dan pemecahan masalah hukum yang kompleks.
9. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
PERMA merupakan peraturan yang berisi ketentuan bersifat hukum acara sebagaimana dimaksud Lampiran Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 57/KMA/SK/1V/2016 Tentang Perubahan Atas Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 271 /KMA/SK/X/2013 Tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
10. Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
SEMA merupakan bentuk edaran pimpinan Mahkamah Agung ke seluruh jajaran peradilan yang berisi bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administratif. SEMA tergolong sebagai peraturan kebijakan (beleidsregel).
Yurisprudensi merupakan keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam UU dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaian suatu perkara yang sama.
Semoga Bermanfaat..
Admin : Patrisia Sulistiawati, SH
Web Blog Support :