Unsur Permulaan Pelaksanaan Dalam Percobaan Tindak Pidana

Permulaan Pelaksanaan (Begin van Uitvoering)
Niat merupakan suatu keinginan untuk melakukan suatu perbuatan, dan iaberada di alam bathiniah seseorang. Sangat sulit bagi seseorang untuk mengetahui apa niat yang ada di dalam hati orang lain. Niat seseorang akan dapat diketahui jika ia mengatakannya kepada orang lain. Namun niat itu juga dapat diketahui dari tindakan (perbuatan) yang merupakan permulaan dari pelaksanaan niat . 

Menurut Loebby Loqman, adalah suatu hal yang musykil apabila seseorang akan mengutarakan niatnya melakukan suatu kejahatan. Oleh karena itu dalam percobaan, niat seseorang untuk melakukan kejahatan dihubungkan dengan permulaan pelaksanaan. Syarat (unsur) kedua yang harus dipenuhiagar seseorang dapat dihukum karena melakukan percobaan, berdasarkan kepada Pasal 53 KUHP adalah unsur niat yang ada itu harus diwujudkan dalam suatu permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering). 

Permulaan pelaksanaan sangat penting diketahui untuk menentukan apakah telah terjadi suatu percobaan melakukan kejahatan atau belum. Sejak seseorang mempunyai niat sampai kepada tujuan perbuatan yang dikehendaki, biasanya terdiri dari suatu rangkaian perbuatan. Sehingga dalam hal ini dapat dilihat perbedaan antara perbuatan persiapan dengan permulaan pelaksanaan (Soesilo mempergunakan istilah permulaan perbuatan). 

Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana timbul permasalahan tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering). Dalam hal ini apakah permulaan pelaksanaan harus diartikan sebagai “permulaan pelaksanaan dari niat” ataukah “permulaan pelaksanaan dari kejahatan”.

Menurut Moeljatno, tidak ada keraguan baik menurut MvT maupun pendapat para penulis bahwa permulaan pelaksanaan dalam hal ini adalah merupakan permulaan pelaksanaan dari kejahatan. 

Dalam Memori Penjelasan (MvT) mengenai pembentukan Pasal53 ayat (1)
KUHP, telah diberikan beberapa penjelasan yaitu antara lain:
  • Batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan percobaan yang telah dapat dihukum itu terdapat diantara apa yang disebut voorbereidingshandelingen (tindakan- tindakan persiapan) dengan apa yang disebut uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan pelaksanaan);
  • Yang dimaksud dengan voorbereidingshandelingen dengan uitvoeringshandelingen itu adalah tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan sedemikian langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai dengan pelaksanaannya;
  • Pembentuk undang-undang tidak bermaksud menjelaskan lebih lanjut tentang batas-batas antara uitvoeringshandelingen seperti dimaksud di  atas.
Berdasarkan Memori Penjelasan (MvT) mengenai pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP, dapat diketahui bahwa batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan percobaan yang telah dapat dihukum itu adalah terletak diantara voorbereidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan) dengan uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan pelaksanaan). 

Selanjutnya MvT hanya memberikan pengertian tentang uitvoeringshandelingen (tindakan- tindakan pelaksanaan) yaitu berupa tindakan-tindakan yang mempunyai hubungan sedemikian langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk dilakukan dan telah dimulai pelaksanaannya. 

Sedangkan pengertian dari voorbereidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan) tidak diberikan. Menurut MvT batas yang tegas antara perbuatan persiapan dengan permulaan pelaksanaan tidak dapat ditetapkan oleh wet (Undang-Undang). Persoalan tersebut diserahkan kepada Hakim dan ilmu pengetahuan untuk melaksanakan azas yang ditetapkan dalam undang- undang.

KUHP tidak ada menentukan kapankah suatu perbuatan itu merupakan perbuatan persiapan dari kapankah perbuatan itu telah merupakan permulaan pelaksanaan yang merupakan unsur dari delik percobaan. Hal senada juga dikemukakan oleh van Hattum, menurutnya sangat sulit untuk dapat memastikan batas-batas antara tindakan-tindakan persiapan (perbuatan persiapan) dengan tindakan-tindakan pelaksanaan, sebab undang-undang sendiri tidak dapat dijadikan pedoman.

Memang sulit untuk menentukan perbuatan mana dari serangkaian perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan. Berdasarkan MvT hanya dapat diketahui bahwa permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering) berada di antara tindakan- tindakan persiapan (uitvoeringshandelingen). Oleh karena itu untuk menentukan perbuatan mana Dari serangkaian perbuatan yang merupakan permulaan pelaksanaan didasarkan kepada 2 teori yaitu teori subjektif (subjectieve pogingstheori) dan teori objektif (objectieve pogingstheori).

Para penganut paham subjektif menggunakan subjek dari si pelaksanaan sebagai dasar dapat dihukumnya seseorang yang melakukan suatu percobaan, dan oleh karena itulah paham mereka itu disebut sebagai paham subjektif, sedangkan para penganut paham objektif menggunakan tindakan dari sipelaku sebagai dasar peninjauan, dan oleh karena itu paham mereka juga disebut sebagai paham objektif. 

Menurut para penganut paham objektif seseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu dapat dihukum karena tindakannya bersifat membahayakan kepentingan hukum, sedangkan menurut penganut paham subjektifseseorang yang melakukan percobaan untuk melakukan suatu kejahatan itu pantas dihukum karena orang tersebut telah menunjukkan perilaku yang tidak bermoral, yang bersifat jahat ataupun yang bersifat berbahaya.

Sejak seorang mempunyai niat hingga sampai kepada tujuan perbuatan yang dikehendaki,biasanya terdiridari suatu rangkaian perbuatan. Dalam hal ini Loebby Loqman memberikan contoh sebagai berikut:
A mempunyainiat untuk membunuh B. untuk itu ada serangkaian perbuatan yang dilakukannya, yakni:
  • A pergike rumah C untuk meminjam pistol;
  • A mengisi pistol dengan peluru;
  • A membawa pistoltersebut menuju ke rumah B;
  • A membidikkan pistolke arah B;
  • A menarik pelatuk pistol, akan tetapitembakannya meleset sehingga B masih hidup.
Dari seluruh rangkaian perbuatan tersebut, perbuatan manakah yang dianggap sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan. 
  • Apakah perbuatan A pergi ke rumah C untuk meminjam pistol sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan? 
  • Apabila melihat niatnya, memang perbuatan A pergi ke rumah C untuk meminjam pistol adalah dalam kaitan pelaksanaan niatnya untuk membunuh B. Akan tetapi apakah A pergike rumah C sudah dianggap permulaan dari pelaksanaan pembunuhan ? 
Contoh lain. P adalah seorang pegawai suatu kantor pos. P berkehendak untuk mencuripos paket. Untuk itu sewaktu teman-teman sekerjanya pulang P menyelinap dan bersembunyidikamar kecil. Akan tetapi ternyata kepala kantor P masih belum pulang dan tertangkaplah P. Darikasus P tersebut, apakah masuknya P ke kamar kecil sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan?.

Semoga Bermanfaat...
Admin : Andi Arnita Sari, SH
Web Blog : Blogger Sidrap



Previous
Next Post »