Teori Subjektif Permulaan Pelaksanaan Percobaan Tindak Pidana

Teori Subjektif Permulaan Pelaksanaan Percobaan Tindak Pidana
Teori ini didasarkan kepada niat seseorang, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53 KUHP bahwa “..apabila niat itu telah terwujud dari adanya permulaan pelaksanaan.. Jadi dikatakan sebagai permulaan pelaksanaan adalah semua perbuatan yang merupakan perwujudan dari niat pelaku. Apabila suatu perbuatan sudah merupakan permulaan dari niatnya, maka perbuatan tersebut sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan. 

Pada contoh pertama, A pergi ke rumah C untuk meminjam pistol, sudah merupakan permulaan dari niatnya yakni ingin membunuh B. Sehingga A pergike rumah C untuk meminjam pistolsudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan membunuh B. 

Contoh lain. P adalah seorang pegawai suatu kantor pos. P berkehendak untuk mencuri pos paket. Untuk itu sewaktu teman-teman sekerjanya pulang P menyelinap dan bersembunyi dikamar kecil. Akan tetapi ternyata kepala kantor P masih belum pulang dan tertangkaplah P. Dari kasus P tersebut, apakah masuknya P ke kamar kecil sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan?.

Dalam contoh kedua. P masuk ke kamar kecil sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan pencurian. Karena dengan masuknya P ke kamar kecil sudah merupakan permulaan pelaksanaan niatnya. Menurut teori subjektif dasar patut dipidananya percobaan (strafbare poging) itu terletak pada watak yang berbahaya dari si pembuat. Jadi unsur sikap bathin itulah yang merupakan pegangan bagi teori ini. 

Ajaran yang subjektif lebih menafsirkan istilah permulaan pelaksanaan dalam Pasal 53 KUHP sebagai permulaan pelaksanaan dari niat dan karena itu bertolak dari sikap bathin yang berbahaya dari pembuat dan menamakan perbuatan pelaksanaan: tiap perbuatan yang menunjukkan bahwa pembuat secara psikis sanggup melakukannya. Menurut van Hammel tidak tepat pemikiran mereka yang mensyaratkan adanya suatu rectstreeks verband atau suatu hubungan yang langsung antara tindakan dengan akibat, dimana orang menganggap yang dapat dihukum itu hanyalah tindakan-tindakan yang menurut sifatnya secara langsung dapat menimbulkan akibat.

Menurut van Hammel aliran subjektiflah yang benar. Bukan saja karena aliran ini sesuai
dengan nieuwere strafrechtsleer (ajaran hukum pidana yang lebih baru) yang bertujuan untuk memberantas kejahatan sampai kepada akarnya, yaitu manusiayang berwatak jahat (demisdadige mens) akan tetapi juga karena dalam mengenakan pidana menurut rumus umum (algemene formule) sebagaimana halnya dalam percobaan, unsur kesengajaan (niat) itulah unsur satu-satunya yang memberi pegangan kepada kita. 

Oleh karena kesengajaan (niat) dalam perbuatan percobaan adalah lebih jauh arahnya dari pada bahaya yang ditimbulkan pada suatu ketika tetapi kemudian menjadi hilang. Dan juga justru dengan adanya kesengajaan (niat) itu perbuatan terdakwa lalumenjadi berbahaya, padahal kalau perbuatan dipandang tersendiri dan terlepas dari hal-ikhwal yang mungkin akan timbul sama sekali tidak berbahaya. 

Apabila dengan kesengajaan untuk membunuh orang mengarahkan senapan kepada sasaran, padahal pelatuk senapan tidak terpasang, maka perbuatan tersebut hanya bersifat berbahaya karena perbuatan dilakukan oleh orang yang mempunyai kesengajaan (niat) tadi. Maka menurut van Hammel jika ditinjau dari sudut niat si pembuat, dikatakan ada perbuatan permulaan pelaksanaan jika dari apa yang telah dilakukan sudah ternyata kepastiannya niat untuk melakukan kejahatan tadi. 

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori subjektif dapat dipidananya percobaan, karena niat seseorang untuk melakukan kejahatan itu dianggap sudah membahayakan kepentingan hukum. Sehingga niat untuk melakukan kejahatan yang telah diwujudkan menjadi suatu perbuatan dianggap telah membahayakan.

Semoga Bermanfaat..
Admin : Arnita Halim, SH
Web Blog : Batara Ogi



Previous
Next Post »