Turut Serta Melakukan Perbuatan Pidana Menurut KUHP

Medeplegen (Turut Serta)
Medeplegen dapat diartikan sebagai turut serta melakukan. Menurut R. Sugandi dalam bukunya KUHP dan Penjelasannya, turut serta diartikan melakukan bersama-sama. Dalam tindak pidana ini pelakunya paling sedikit harus ada dua orang, yakni yang melakukan dan turut melakukan. Dan dalam tindakannya keduanya harus melakukan perbuatan pelaksanaan. Jadi keduanya melakukan tindak pidana itu. 

Tetapi apabila kedua pelaku itu hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya membantu, maka kedua pelaku itu tidak dapat dikategorikan sebagai orang yang turut melakukan, akan tetapi hanya sebagai orang yang “membantu melakukan” sebagai mana dimaksud Pasal 56 KUHP.

Menurut Mahrus Ali turut serta ialah orang yang melakukan kesepakatan dengan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan secara bersamasama pula ia turut beraksi dalam pelaksanaan perbuatan pidana dan secara bersama-sama pula disepakati. Jadi, dalam penyertaan bentuk turut serta ini, dua orang atau lebih yang dikatakan sebagai medepleger tersebut semuanya harus terlibat aktif dalam suatu kerja sama pada suatu perbuatan pidana yang mereka lakukan.

Menurut Schaffmeister turut serta ialah seorang pembuat ikut serta mengambil prakarsa dengan berunding dengam orang lain dan sesuai dengan perundingan itu mereka itu bersama-sama melaksanakan delik.

Dari defenisi diatas didapat beberapa unsur yaitu:
  • Bersepakat.
  • Bersama orang lain membuat rencana.
  • Melakukan perbuatan pelaksanaan.
  • Bersama-sama melaksanakannya.
Sedangkan syarat turut serta menurut Teguh Prasetyo yaitu sebagai berikut:
  • Mereka memenuhi semua rumusan delik.
  • Salah satu memenuhi semua rumusan delik.
  • Masing-masing hanya memenuhi sebagian rumusan delik.
  • Adanya kerja sama secara sadar, kerja sama yang dilakukan secara sengaja untuk bekerja sama dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang.
  • Adanya pelaksanaan secara fisik (kerja sama yang erat dan langsung atas suatu perbuatan yang langsung menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan)
Menurut Van Hamel perbuatan orang yang medeplegen selain merupakan penyertaan lengkap, juga orang-orang yang terlibat harus melakukan seluruh perbuatan. Medeplegen pada hakikatnya hanya mungkin pada perbuatan yang merupakan delik, pada delik materil perbuatan tersebut adequate kausal dengan akibat.

Menurut Pompe bahwa medeplegen adalah seseorang dengan seorang lainnya atau lebih melaksanakan perbuatan pidana. Dalam makna bahwa masing-masing atau setidak-tidaknya mereka itu semua melaksanakan unsur-unsur perbuatan pidana tersebut, namun tidak mensyaratkan medeplegen harus melaksanakan semua unsur delik. 

Berdasarkan pendapat Pompe maka ada tiga kemungkinan dalam medeplegen yaitu:
  • semua pelaku memenuhi unsur dalam rumusan delik 
  • salah seorang memenuhi unsur delik, sedangkan pelaku yang lain tidak. 
  • tidak seorang pun memenuhi semua unsur delik, namun bersama-sama mewujudkan delik tersebut. 
Contoh : C dikualifikasikan sebagai turut serta melakukan kendatipun hanya menunggu di mobil bukanlah perbuatan yang memenuhi unsur delik, akan tetapi merupakan suatu rangkaian perbuatan pencurian dengan kekerasan. Dari ketiga hal yang penting yang disebutkan diatas bahwa menurut Pompe, medeplegen ada dua kesengajaan (1) kesengajaan untuk mengadakan kerja sama dalam rangka mewujudkan suatu delik diantara para pelaku artinya, ada suatu kesepakatan atau meeting of mind diantara mereka. (2) adalah kerja sama yang nyata dalam mewujudkan delik tersebut. 

Kedua kesengajaan tersebut mutlak harus ada dalam medeplegen dan keduanya harus dibuktikan penuntut umum di pengadilan. Maka pihak yang bersepakat dan melakukan perbuatan akan mendapat hukuman yang sama. Namun apabila seorang medepleger melampaui batas kesengajaan, maka pertanggungjawabannya hanya dibebankan kepada ia sendiri. 

contoh A dan B berniat mengiaya C. A dan B memukul C berulang kali hingga jatuh. Ketika B sudah berhenti mengiaya, tiba-tiba A mengeluarkan sebilah pisau dan menusuknya di bagian perut C sehingga berakibat mati. Dengan demikian matinya C hanya menjadi tanggungjawab pidana A dan bukan tanggungjawab B dalam konteks ikut serta melakukan.

Dalam turut serta ditemui mengenai penentuan kualitas dari peserta. Penetuan tersebut yaitu pandangan secara sempit (objektif) dan pandangan secara luas (subjektif).
  • Pandangan secara sempit (objektif). Menurut pandangan secara sempit, para peserta harus memenuhi semua rumusan unsur delik.
  • Pandangan secara luas (subjektif). Menurut pandangan secara luas, para peserta memiliki peran tersendiri hingga terjadinya suatu perbuatan pidana. Ada yang menjadi pembuat pelaksana, dan ada yang menjadi pembuat peserta.
Sejalan dengan apa yang disampaikan Schaffmeister dan Teguh Prasetyo, Hoge Raad dalam arrestnya menyatakan dua kriteria pembuat peserta.
  • Antara para peserta ada kerja sama yang diinsyafi.
  • Para peserta telah sama-sama melaksanakan tindak pidana yang dimaksudkan
Semoga Bermanfaat...
Admin : Ratnamurni Purti, SH
Web Blog : Sidrap Gaul



Previous
Next Post »