Hukum Acara Pidana Periode Pemerintahan Belanda Dan Jepang

Hukum Acara Pidana - Periode Pemerintahan Hindu-Belanda
Sebelum berlakunya perundang-undangan baru di negeri Belanda yaitu pada Tahun 1836, Scholten van Oud-haarlem telah menyatakan kesediaannya untuk mempersiapkan perundang- undangan baru di Hindia Belanda disamping jabatannya sebagai Presiden Hooggrechshof, ia memangku jabatan itu pada Tahun 1837 dan bersama dengan Mr. van Vloten dan Mr. P. Mijer ia diangkat oleh gubernur jendral de Eerens sebagai panitia untuk mempersiapkan perundang-undangan baru di Hindia Belanda.

Belanda baru saja terlepas penjajahan dari Negara Prancis pada Tahun 1838 yang pada waktu itu golongan legis memandang bahwa semua peraturan seharusnya dalam bentuk undang-undang sangatlah kuat berlaku ketentuan pada saat itu, yaitu ketentuan yang tertulis dan dibuat dengan sengaja

Pada Tahun 1838 Scholten van Oud-Harlem dikembalikan ke negeri Belanda untuk menggantikan panitia di Hindia belanda, pada Tahun 1839 dibentuk kembali panitia baru oleh menteri jajahan Van den bosch. Hasil dari karyanya adalah sebuah rancangan peraturan tata peradilan sebuah rancangan kitab undang-undang hukum perdata dan kitab undang-undang hukum dagang, di Hindia belanda rancangan undang-undang tentang tata peradilan itu diolah lagi oleh J.Van der Vinne, Mr. Hoogeveen, Mr. Hultman dan Mr. Visscher.

Pada waktu dibubarkannya panitia Scholten di negeri Belanda pada tahun 1845. Mr. H.L. Wichers diangkat oleh raja sebagai Presiden Hooggerechtshof di hindia belanda merangkap komisaris khusus mengatur mulai berlakunya undang-undang itu. Adapun ketentuan-ketentuan yang dibuat sesuai dengan perintah raja Belanda pada tangal 16 Mei 1846 Nomor 1 pada saat itu adalah:
  • Ketentuan umum tentang perundang-undangan (AB);
  • Peraturan tentang susunan pengadilan dan kebijaksanaan pengadilan (RO);
  • Kitab undang-undang hukum perdata (BW); Kitab undang-undang hukum dagang (WvK).
Peraturan-peraturan hukum yang dibuat untuk “Hindia- Belanda” yaitu sebagai berikut:
  • Ketentuan Umum tentang Perundang-Undangan; (AB).
  • Peraturan tentang Susunan Pengadilan dan Kebijaksanaan Pengadilan (RO).
  • Kitaab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK)
  • Ketentuan-ketentuan tentang kejahatan yang dilakukan pada kesempatan jatuh pailit dan terbukti tidak mampu, begitu pula kala diadakan penangguhan pembayaran utang (Pasal 1)
  • Peraturan acara perdata untuk (Hooggerechtshof dan Raad van Justitie).
  • Peraturan tata usaha kepolisian, beserta pengadilan sipil dan penuntutan perkara criminal mengenai golongan Bumiputra dan orang-orang yang dipersamakan (Pasal 4).
Periode Pemerintahan Jepang
Pada zaman pendudukan Jepang, pada umumnya tidak terjadi perubahan asasi kecuali hapusnya Raad van Justitie sebagai pengadilan untuk golongan Eropa. Dengan Undang undang (Osamu Serei) No 1 Tahun 1942 yang mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 1942 dikeluarkan aturan peralihan di Jawa dan Mardura yang berbunyi : 

“Semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu, tetap diakui sah buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer” (Pasal 3). 

Acara pidana pada umumnya tidak berubah. HIR dan Reglement voor de Buitengewesten berlaku untuk Pengadilan Negeri (Tihoo Hooin). Pengadilan Tinggi (Kootoo Hooin) dan Pengadilan Agung (Saiko Hooin). Susunan pengadilan ini diatur dengan Osamu Serei Nomor 3 Tahun 1942 Tanggal 20 September 1942.

Pada tiap macam pengadilan itu ada kejaksaan, yaitu Saikoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Agung, Kootoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Tinggi, dan Tihoo Kensatsu Kyoku pada Pengadilan Negeri. Pada saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, keadaan tersebut dipertahankan dengan Pasal II aturan Peralihan UUD 1945. Untuk memperkuat aturan peralihan ini, maka Presiden mengeluarkan suatu peraturan pada tanggal 10 Oktober 1945 yang disebut peraturan Nomor 2.

Semoga Bermanfaat...
Admin : Sunarti Anggita Sulistiawati, SH



Previous
Next Post »