BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hukum adalah suatu norma atau peraturan yang mengikat terhadap masyarakat baik itu tertulis maupun tidak tertulis, dalam kaitannya hukum pidana yaitu suatu hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dalam hal perbuatan-perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang-undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya dimana sanksi pemidanaan dan/atau denda ini di jatuhkan dalam hukum acara pidana yang bertujuan untuk mencari kebenaran secara materiil yaitu kebenaran yang sebenar-benarnya. Karena sanksi hukum pidana ini akan merampas sebagian hak dari terdakwa, maka dari itu diperlukan sesuatu yang jelas kebenarannya sebelum seseorang dinyatakan bersalah atau di nyatakan sebagai terdakwa.
Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukkan bahwa ada beberapa sistem atau teori untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan. Sistem atau teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan tempat (negara). Seperti halnya Negara Belanda dan Eropa, Indonesia menganut sistem Eropa Kontinental dimana sistem ini merupakan hasil kodifikasidari berbagai ketentuan-ketentuan hukum secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya.
Artinya hakim disini berperan aktif untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sebenar-benarnya dengan cara menafsirkan alat-alat bukti yang sah yang dihadirkan di dalam persidangan dan mengkofidikasinya dengan teori-teori yang sudah ada terdahulu, hakim jugalah yang memutuskan apakah seseorang itu bersalah atau tidak, jika dinyatakan bersalah hakim pula lah yang berhak memutuskan seorang tersebut mendapatkan sanksi berupa sanksi pidana dan/atau sanksi denda.
1.2 Rumusan Masalah
- Apasaja alat bukti yang sah untuk menguatkan suatu kebenaran perkara pidana di Indonesia?
- Bagaimana penerapan alat bukti dalam kekuatan pembuktian?
1.2 Tujuan Penulisan
Dengan adanya makalah ini, para teman-teman mahasiswa diharapkan dapat mengetahui serta memahami hal-hal di bawah ini:
- Tentang jenis-jenis alat bukti yang sah dalam perkara pidana
- Tentang penerapan alat bukti dalam kekuatan pembuktian
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Alat bukti yang sah dalam perkara pidana di Indonesia
1. Pengertian Alat Bukti
Dalam kosa kata bahasa Inggris, ada dua kata yang sama diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai “bukti” namun kedua kata tersebut memiliki perbedaan yang cukup prinsip. Kata yang pertama yaitu “evidence” yang artinya yaitu informasi yang memberikan dasar-dasar yang mendukung suatu keyakinan bahwa beberapa bagian atau keseluruhan fakta itu benar. Kata yang kedua yaitu “proof” yang berarti suatu yang mengacu pada hasil suatu proses evaluasi dan menarik kesimpulan terhadap evidence.
Ditarik kesimpulan oleh Dennis tentang istilah tersebut diatas bahwa kata evidence lebih dekat pada pengertian alat bukti menurut hukum positif, sedangkan proof dapat diartikan sebagai pembuktian yang mengarah pada suatu proses.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “bukti” terjemahan dari Bahasa Belanda “bewijs” diartikan sebagai sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Dalam kamus hukum “bewijs” artinya sebagai segala sesuatu yang memperlihatkan kebenaran fakta tertentu atau ketidakbenaran fakta lain oleh para pihak dalam perkara pengadilan guna memberi bahan kepada hakim bagi penilaiannya. Sementara itu pembuktian diartikan sebagai proses, perbuatan, atau cara membuktikan.
Menurut R. Subekti berpendapat bahwa membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. (Hukum Acara Pidana). Pada dasarnya bukti merujuk pada alat-alat bukti termasuk barang bukti yang menyatakan kebenaran peristiwa, sementara pembuktian merujuk pada suatu proses terkait mengumpulkan bukti, memperlihatkan bukti sampai pada penyampaian bukti tersebut disidang pengadilan.
2. Alat-alat bukti
Alat-alat bukti dalam KUHAP masih tetap sama dengan yang tercantum dalam HIR yang pada dasarnya sama dengan ketentuan dalam Ned strafvordering dan Alat Bukti di negara yang menganut Eropa Kontinental.
Untuk alat bukti di negara yang menganut Sistem Hukum Common Law Seperti Amerika Serikat alat buktinya berbeda dengan Alat bukti yang di pergunakan di negara kita alat bukti menurut Criminal Procedure Law Amerika Serikat yang di sebut form of evidence, terdiri dari :
- Real evidence ( bukti sungguhan )
- Documentary evidence (bukti documenter )
- Testimonial evidence ( bukti kesaksian )
- Judicial notice ( pengamatan hakim )
Indonesia sendiri menggunakan alat bukti yang berbeda dengan negara Amerika Serikat, alat bukti tersebut yaitu :
1). Keterangan Saksi
a) Syarat-syarat Seorang Saksi
Pada umunya semua orang dapat menjadi saksi, terkecuali orang yang menjadi saksi yang tercantum dalam Pasal 186 KUHAP Yaitu :
- Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke tiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagi terdakwa
- Saudara dari terdakwa atau yang bersama - sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak , juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
- Suami atau Istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa
Di dalam Pasal 168 KUHAP di katakan “cukup Jelas” banyak Masalah yang timbul berhubungan dengan ketentuan yang di sebutkan dalam Pasal 168 KUHAP dan dalam Pasal 170 KUHAP “ Bahwa mereka yang karena Pekerjaan, harkat, martabat atau jabatanya di wajibkan menyimpan rahasia dan dapat minta di bebaskan dari kewajiban memberikan keterangan sebagai saksi.
Pekerjaan atau jabatan yang di kemukan dalam Pasl 170 KUHAP yang menetukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia di tentukan oleh Peraturan Perundang-undangan orang yang harus menyimpan rahasia jabatan misalnya Dokter yang harus merahasiakan penyakit yang di derita pasienya sedangkan yang di maksud karena martabatnya dapat mengundurkan diri adalah pastor agama Katolik Roma (berhubungan dengan kerahasian orang-orang yang melakukan pengakuan dosa kepada pastor tersebut ). (Hukum Acara Pidana)
Karena dalam Pasal 170 KUHAP mengatur mengenai “dapat minta di bebaskan dari keawajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi “kekecualian menjadi saksi karena harus menyimpan rahasia jabatan atau karena martabatnya merupakan ke kecualian Relatif ”.
Dalam Pasal 171 KUHAP di tambah kekecualian untuk memberi ke saksian di bawah sumpah yaitu :
- Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin
- Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatanya baik kembali
Mengenai kewajiban saksi mengucapkan sumpah atau janji karena KUHAP masih mengikuti peraturan lama (HIR) di mana di tentukan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak suatu kesaksian yaitu sebagai alat bukti Dan dalam pasal 160 ayat ( 3 ) KUHAP di katakan bahwa sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut acara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keteranganya yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya.
Pengucapan Sumpah itu merupakan syarat mutlak dapat di baca dalam Pasal 161 ( 1) dan ( 2 ) KUHAP sebagai berikut :
“dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji , sebagaimana di maksud dalam Pasal 160 ( 3 ) dan (4) maka pemeriksaan terhadap nya tetap di lakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat di kenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama 14 hari ( ayat 1 )”
Dalam pasal 161 ( 2 ) tersebut menunjukan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak Keterangan saksi atau ahli yang tidak di sumpah atau mengucapkan janji, tidak dapat di anggap sebagai alat bukti yang sah tetapi hanyala merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim Lain halnya dalam Pasal 165 ( 7 ) KUHAP
“keterangan dari saksi yang tidak di sumpah meskipun sesuatu satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang di sumpah dapat di pergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah yang lain”
b). Isi dan Nilai Keterangan seorang saksi:
Dalam pasal 185 (5) KUHAP dinyatakan bahwa baik pendapat maupun rekaan , yang di peroleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi dlam pasal 185 (1) Di Katakan “Dalam Keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang di peroleh dari orang lain atau testimonutim de auditu jadi keterangan saksi yang di peroleh dari orang lain bukan alat bukti yang sah dan dalam pasal 30 (1) HIR dahulu , hanya di katakan bahwa keterang saksi harus lah mengenai hal – hal dan ke adaan yang di alami, di lihat atau di dengar olehnya sendiri yaitu saksi.
Berhubungan dengan tidak dicantumkannya pengamatan Hakim sebagai alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP, maka kesaksian de auditu tidak di jadikan alat bukti melalui pengamatan Hakim dan mungkin alat pentunjuk, yang penilaian dan pertimbangannya hendaknya di serahkan kepada Hakim
Menurut KUHAP keterangan satu saksi bukan saksi hanya berlaku bagi pemeriksaan biasa dan pemeriksaan singkat tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat hal ini dapat di simpulkan dari penjelasan pasal 184 KUHAP sebagi berikut.
“Dalam acara pemeriksaan cepat keyakinan Hakim cukup di dukung satu alat bukti yang sah”.
Jadi ini berarti satu saksi, satu keterangan ahli satu surat, satu petunjuk atau keterangan terdakwa di sertai keyakinan hakim cukup sebagai alat bukti untuk me midana terdakwa dalam perkara cepat.
Acara pemeriksaan cepat ini terbagi dua, Paragraf satu mengenai acar pemeriksaan tindak pidana ringan dan paragraf – paragraf acara pemeriksaan perkara pelangaran lalu lintas jalan.
2). Keterangan Ahli (Verklaringen Van Een Deskundige: Expert Testimony)
Keterangan Seorang ahli di sebut sebagai alat bukti pada urutan ke dua oleh pasal 183 KUHAP berbeda dengan di HIR dahulu tidak mencantumkan keterangan ahli se bagai alat bukti. Dalam pasal 186 keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan jadi pasal tersebut tidak menjawab siapa yang di sebut ahli dan apa itu keterangan ahli dalam Pasal 343 Ned Sv keterangan ahli adalah pendapat seseorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang telah di pelajarinya (tentang sesuatu yang di mintai pertimbangan nya) jadi keterangan tersebut di ketahui bahwa yang di maksud dengan keahlian ialah ilmu pengetahuan yang telah di pelajari ( dimiliki seseorang ) dalam HR yang meliputi kriminalistik.
Dan isi keterangan seorang saksi dan ahli berbeda, keterangan seorang saksi mengenai apa yang di alami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah mengenai sauatu penilaina mengenai suatu penilain mengenai hal – hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal – hal itu dan dalam KUHAP membedakan keterangan seorang ahli di persidangan sebagai alat bukti “ keterangan ahli “ ( Pasal 186 KUHAP) dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar persidangan sebagai alat bukti “Surat“ ( Pasal 187 butir c KUHAP ).
3). Alat Bukti Surat
Dalam Pasal 184 Alat Bukti Surat terdiri atas 4 ayat
- Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang di buat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang di buat di hadapan nya yang membuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang di dengar, dilihat atau yang di alaminya di sertai alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.
- Surat yang di buat menurut ketentuan peraturan perundang – undangan atau surat yang di buat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawab nya dan yang di peruntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan
- Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan ke ahlianya mengenai sesuatu hal atau ke adaaanya yang di minta secar resmi dari padanya.
- Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungan nya dengan isi dari alat pembuktian yang lain .
4). Alat Bukti Petunjuk
Petunjuk di dalam Pasal 184 KUHAP sebagai alat bukti yang ke empat yaitu masih mengikuti HIR Pasal 195, HIR Pasal 295 dan dalam Undang – undang Mahkamah Agung Nomor Undang – undang Nomor 1 Tahun 1950 telah menghapus petunjuk sebagai alat bukti.
Defenisi alat bukti petunjuk dalam Pasal 188 (1) KUHAP “ Petunjuk adalah perbutan kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindakan pidana dan siapa pelakunya.
5). Alat Bukti Keterangan Terdakwa
KUHAP Sangat jelas dan sengaja di cantumkan “Keterangan Terdakwa” sebagai alat bukti dalam Pasal 184 butir c berbeda dengan peraturan dalam HIR yang menyebut “Pengakuan Terdakwa” sebagai alat bukti menurut pasal 295 dapat di lihat dengan Jelas bahwa “ Keterangan Terdakwa” sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan Karena Pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat berikut :
- Mengaku ia yang melakukan delik yang di dakwakan
- Mengaku ia bersalah
- Mengaku terdakwa sebagai alat bukti
Menurut Memorie van Toelichting Ned Sv Penyangkalan terdakwa bisa menjadi alat buktiyang sah dan sudah jelas bahwa keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan pengakuan terdakwa ialah bahwa tetapi membena kan beberapa keadaan atau perbuatan yang menjurus kepada terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain yang merupakan alat bukti.
Semoga Bermanfaat :
Admin : Arlina Arianti, SH
Pembina Blog : Andi Akbar Muzfa, SH