3. Dasar hukum Pembuktian dan Putusan Dalam Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperbolehkan keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya .
Pasal 184
a). Alat bukti yang sah ialah:
- Keterangan saksi;
- Keteranga nahli;
- Surat;
- Petunjuk;
- Keterangan terdakwa;
b). Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 185
- Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
- Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya
- Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
- Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi
- Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
- Persesuian antara keterangan saksi satu dengan yang lain ;
- Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
- Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
- Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
- Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
- Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
- Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
- Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atas sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
- Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Pasal 188
- Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
- Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:
- Keterangan sanksi;
- Surat;
- Keterangan terdakwa;
- Penilian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu diakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Pasal 189
- Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
- Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
- Keterangan terdakwa hanya dapa tdigunakan terhadap dirinya sendiri.
Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
4. Parameter pembuktian
1). Bewijstheorie
Bewijstheorie adalah teori pembuktian yang dipakai sebagai dasar pembuktian oleh hakim di pengadilan. Ada empat teori pembuktian. Pertama adalah posotief wettelijk bewijstheorie yang mana hakim terikat secara positif kepada alat bukti menurut undang-undang. Artinya, jika dalam pertimbangan, hakim telah menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut dalam undang-undang tanpa diperlukan keyakinan, hakim dapat menjatuhkan putusan. Posotief wettelijk bewijstheorie ini digunakan dalam hukum acara perdata.
Kedua, conviction intime yang berarti keyakinan semata. Artinya, dalam menjatuhkan putusan, dasar pembuktiannya semata-mata diserahkan kepada keyakinan hakim. Dia tidak terikat oleh alat bukti, namun atas dasar keyakinan yang timbul dari hati nurani dan sifat bijaksana seorang hakim, ia dapat menjatuhkan putusan.
Ketiga, conviction raisonee. Artinya, dasar pembuktian menurut keyakinan hakim dalam batas-batas tertentu atas alasan yang logis. Dalam konteks hukum acara pidana di Indonesia, conviction raisonee digunakan dalam persidangan perkara tindak pidana ringan.
Keempat, yang secara umum dianut dalam sistem peradilan pidana termasuk di Indonesia, adalah negatief wettelijk bewijstheorie. Dasar pembuktian menurut keyakinan hakim yang timbul dari alat-alat bukti dalam undang-undang secara negatif.
2). Bewijsmiddelen
Bewijsmiddelen adalah alat-alat bukti yang digunakan untuk membuktikan telah terjadinya suatu peristiwa hukum. Mengenai apa saja yang menjadi alat bukti, akan diatur dalam hukum acara.
Dalam hukum acara pidana di Indonesia, alat bukti yang diakui di pengadilan sama dengan alat bukti yag digunakan di banyak Negara.
3). Bewijvoering
Secara harfiah bewijvoering diartikan sebagai penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan. Bagi Negara-negara yang cenderung menggunakan process model dalam sistem peradilan pidananya, perihal bewijsvoering ini cukup mendapatkan perhatian.
Dalam due process model, Negara begitu menjunjung tinggi hak asasi manusia (hak-hak tersangka) sehingga acap kali seorang tersangka dibebaskan oleh pengadilan dalam pemeriksaan pra peradilan lantaran alat bukti diperoleh dengan cara yang tidak sah atau yang disebut dengan istilah unlawful legal evidence. Bewijsvoering ini semata-mata menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat formalistis. Konsekuensi selanjutnya sering kali mengesmpingkan kebenaran dan fakta yang ada.
4). Bewijslast
Bewijslast atau burden of proof adalah pembagian beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan suatu peristiwa hukum. Dalam hukum positif .
Dalam konteks perkara pidana secara universal yang berlaku di dunia, kewajiban untuk membuktikan dakwaan yang di dakwakan kepada tersangka merupakan kewajiban jaksa penuntut umum. Hal ini merupakan konsekuensi atas asas diferensiasi fungsional dalam criminal process yang menyerahkan fungsi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pengadilan kepada lembaga-lembaga yang berwenang, yakni kepolisian kejaksaan, pengadilan, dan lembaga permasyarakatan.
Lazimnya jaksa penuntut umum akan membuktikan kesalahan terdakwa, sedangkan sebaliknya terdakwa beserta penasihat hukum akan membuktikan sebaliknya bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan.suatu kondisi yang mana jaksa penuntut umum dan terdakwa sama-sama membuktikan di sidang pengadilan dinamakan asas pembalikan beban pembuktian “berimbang” seperti dikenal di Amerika Serikat dan juga di Indonesia. Pembuktian oleh terdakwa yang menunjukkan bahwa dia tidak bersalah telah melakukan suatu kejahatan dikenal dengan istilah exculpatory evidence. Secara sederhana exculpatory evidence diartikan sebagai bukti yang cenderung meniadakan atau mengurangi kesalahan terdakwa.
5). Bewijskracht
Bewijskracht dapat diartikan sebagai kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti dalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu dakwaan. Penilaian tersebut merupakan otoritas hakim.
Dalam hukum acara pidana, kekuatan semua alat bukti pada hakikatnya sama, tidak ada satu melebihi yang lain. Tegasnya, alat bukti dalam hukum acara pidana tidak mengenal hierarki. Hanya saja ada ketentuan-ketentuan yang mensyaratkan keterkaitan antara bukti yang satu dengn bukti yang lain. Oleh karena itu, dalam hukum acara pidana terdapat bukti yang bersifat sebagai pelengkap. Bukti tersebut timbul dari bukti yang lain.
6). Bewijs Minimmum
Secara sederhana, bewijs minimmum adalah bukti minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk mengikat kebebasan hakim. Dalam konteks hukum acara pidana di Indonesia, untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, paling tidak harus ada dua alat bukti ditambah dengan keyakinan hakim. Artinya untuk dapat menjatuhkan pidana, bewijs minimmum-nya adalah dua alat bukti.
5. Tujuan dan fungsi pembuktian
R. Supomo berpendapat bahwa pembuktian mempunyai dua arti, yang pertama dalam arti luas, pembuktian membenarkan hubungan hukum, misal : jika hakim mengabulkan gugatan penggugat. Gugatan penggugat yang dikabulkan mengandung arti bahwa hakim telah menarik kesimpulan bahwa hal yang dikemukakan oleh penggugat sebagai hubungan hukum antara penggugat dan tergugat adalah benar. Oleh karena itu membuktikan dalam arti luas berarti memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Kedua, dalam arti terbatas, pembuktian hanya diperlukan apabila hal yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat, sementara hal yang tidak dibantah tidak perlu dibuktikan.
- Tujuan Pembuktian
Penuntut umum harus berusaha membuktikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa di muka sidang pengadilan dengan alat bukti yang telah disiapkan secara lengkap di dalam berita acara yang telah dilimpahkan.
Di dalam sidang pengadilan penuntut umum dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang berusaha mendapatkan fakta-fakta prbuatan materil yang dilakukan terdakwa sesuai dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan.
Data-data perbuatan materil tersebut didapat dari alat bukti keterangan saksi,keterangan ahli atau alat-alat bukti yang lain, sehingga fakta-fakta yang didapat dari keterngan-keterangan ersebut dapat menggambarkan tindak pidana yang dilakukan terdakwa yang sesuai dengan isi dari surat dakwaan
Penuntut umum dalam usaha membuktikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa dengan alat bukti yang diajukan berusaha untuk dapat meyakinkan majelis hakim bahwa tindak pidana yang didakwakan betul-betul terjadi dan dapat dinyatakan salah.
Dalam hal ini penuntut umum harus dengan cermat mencatat hasil pembuktiaan didalam sidang. Untuk menjaga adanya kesamaan bahan analisis,apabila perlu minta kepada paitera melalui hakim ketua untuk mencatat hasil pembuktian sebagai hasil sidang (pasal 202 ayat (3) KUHAP).
Dalam usaha penuntut umum meyakinkan hakim atas terbuktinya surat dkwaan perlu memperhatikan : - Di dalam sidang harus teliti dan cermat dalam usaha menemukan bukti perbuatan atau akibat dari perbuatan terdakwa.
- Data dan fakta dari hasil sidang yang menentukan adanya tindak pidana harus dicatat atau suruh catat.
- Harus dapat menilai alat bukti yang memenuhi syarat yang sah dan alat bukti yang tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti.
- Fungsi Pembuktian
Menurut Sudikno Mertokusumo, membuktikan mempunyai beberapa pengertian, yaitu arti logis, konvensional dan yuridis. Dari beberapa pengertian tersebut berkaitan dengan fungsi dari pembuktian, untuk lebih jelasnya akan diuraikan pengertian pembuktian yang pertama, secara logis, ialah pembuktian berfungsi untuk memberikan kepastian yang bersifat mutlak karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.
Kedua, pembuktian dalam arti konvensional yaitu berfungsi untuk memberikan kepastian yang bersifat nisbi atau relatif, pembuktian secara nisbi atau relatif ini dibagi menjadi dua, yakni kepastian yang didasarkan pada perasaan belaka atau kepastian yang bersifat intuitif yang biasa disebut conviction intime dan kepastian yang didasarkan pada pertimbangan akal biasa disebut conviction rasionance. Ketiga, membuktikan dalam arti yuridis ialah berfungsi untuk memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberikan kepastian tentang kebenaran suatu peristiwa yang diajukan.
Pada dasarnya fungsi dari pembuktian adalah mencari kebenaran atas suatu peristiwa. Dalam konteks hukum, fungsi pembuktian adalah mecari kebenaran suatu peristiwa hukum. Dalam konteks hukum pidana, pembuktian merupakan inti dari persidangan perkara pidana karena dalam hukum pidana berfungsi untuk mencari kebenaran materil.
Pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai sejak tahap penyelidikan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagi suatu tindak pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Pada tahap ini sudah terjadi pembuktian, dengan tindak penyidik mencari barang bukti, maksudnya guna membuat terang suatu tindak pidana serta menentukan atau menemukan tersangkanya.
Semoga Bermanfaat :
Admin : Arlina Arianti, SH
Pembina Blog : Andi Akbar Muzfa, SH