Perbarengan
Adakalanya pada subjek hukum tak cukup hanya melakukan satu kejahatan saja melainkan banyak kejahatan, adakalanya dengan satu perbuatan adapula yang beberapa perbuatan yang tempat/ waklu berbeda, dengan kata lain seseorang melakukan kejahatan dengan satu perbuatan dengan beberapa perbuatan disebut: perbarengan (samenloop/ concursus).
Pasal 63, 64, 66 dan 71 KUHP, apabila beberapa tindak pidana yang dilanggar hanya dengan satu perbuatan maka itu dinamakan concursus idealis/ eedaadre samenloop (satu perbuatan dalam tempat dan waktu yang sama menimbulkan beberapa tindak pidana), contoh klasik :
Dengan satu tembakan mengakibatkan orang yang duduk dibelakang kaca mati. Maka perbuatan pidananya;
Maka hakim hanya menganibil satu ancaman pidana yang paling berat saja, ini namanya stelsel pemidanaan hisapan murni. Dalam praktek sering terjadi seorang perampok menembak si korban menembus 3 orang langsung A, B dan C, ini namanya concorsus idealis homogenius, perbedaan dengan idealis biasa adalah akibatnya yang tidak sama.
Kemudian yang sering dipakai dimana seseorang melakukan beberapa perbuatan yang sifatnya berdiri sendiri, kita tahu berdiri sendin dilihat dari waktu dan tempat berbeda/beberapa tindak pidana dilakukan dalam waktu dan tempat berbeda (concursus realis), maka menurut pasal 65 KUHP hakim hanya akan mengambil satu kejahatan saja ditambah 1/3 dari hukuman maksimalnya: stelsel hisapan dipertajam.
Contoh:
Pada tanggal 1 September A mencopet di Terminal (pasal 362 KUHP), 5 September memperkosa di Station (pasal 285 KUHP), 7 september membunuh di Pasar (pasal 338 KUHP). Maka hakim mengambil ancaman maksimal pidana terhadap pelanggaran pasal 338 + 1/3 dari hukuman maksimal pasal 338, ajaran concorsus ini meringankan.
Aturan permainan di dalam concorsus realis, beberapa kejahatan harus dituntut sekaligus dalam waktu bersamaan. Namun dalam prakteknya aturan main tersebut sangatlah sulit, untuk mengatasi kendala tersebut maka dimungkinkan pengajuan perkara secara bertahap, pegangan hakim dalam menghadapi pengajuan perkara secara bertahap, ia harus berpegang pada pasal 71 KUHP.
Agar tidak terjadi perkosaan terhadap hak asasi terdakwa yang menyangkut keadilannya, maka kewajiban Jaksa apabila mengajukan perkara tidak sekaligus maka Jaksa wajib memberikan catatan dalam berkas tentang tidak dapat diajuk-annya sekaligus dari sekian kejahatan yang dilakukan.
Semoga Bermanfaat...
Admin : Nurhayati Arlinda Hasibuan, SH
Web Blog : Pakkelong