Alasan Penghapusan Pidana Umum Tidak Mampu Bertanggung Jawab

Tidak mampu bertanggung jawab.
Perihal tidak mampu bertanggungjawab dan atau pertanggungjawaban pidana. Kemampuan bertanggungjawab dalam KUHP tidak dirumuskan secara positif, melainkan secara negatif. Pasal 44 KUHP yang menyatakan bahwa: 

Tidak mampu bertanggungjawab :
  • Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggung karena penyakit tidak di pidana
  • Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
  • Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
Berdasarkan ketentuan Pasal 44 KUHP dapat ditarik kesimpulan :
  • Kemampuan bertanggungjawab dilihat dari sisi pelaku berupa keadaan akal atau jiwa yang cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit. Menurut sejarahnya istilah jiwanya cacat dalam tubuhnya dimunculkan karena istilah gangguan penyakit terlalu sempit sehingga tidak mencakup situasi kejiwaan abnormal yang merupakann sifat bawaan dari lahir. Dalam sejarah perundanh-udangan dan keilmuan, cacat mental bawaan atau idiot diilustrasikan sebagai cacat dalam tubuhnya demikian pula retardasi mental atau imbecilitas.
  • Penentuan kemampuan bertanggungjawab dalam konteks yang pertama harus dilakukan oleh seorang psikiater
  • Ada hubungan kausal antara keadaan jiwa dan perbuatan yang dilakukan.
  • Penilaian terhadap hubungan tersebut merupakan otoritas hakim yang mengadili perkara
  • Sistem yang dipakai dalam KUHP adalah diskriptif normatif karena disatu sisi, menggambarkan keadaan jiwa oleh psikiater, namun di sisi lain secara normatif hakim akan menilai hubungan antara keadaan jiwa dan perbuatan yang dilakukan.
Bagaimana seorang yang berada dalam keadaan mabuk atau berada di bawah pengaruh narkotika kemudian melakukan tindak pidana, dapatkan digolongkan ke dalam alasan tidak mampu bertanggungjawab? Jawaba yang pasti menurut Memorie van Toelichting bahwa wetveger atau pembentuk undang-undang memang tidak memasukkan keadaan ini kedalam Pasal 44 KUHP. Apa yang dilakukan dalam keadaan mabuk haruslah tetap dipertanggungjawabkan saat kesadaran sudah muncul kembali.
 
Berdasarkan Ilmu Kedokteran, keadaan mabuk merupakan intoksikasi fungsi otak. Minuman keras mengakibatkan psikosa akut yang dicirikan oleh kondisi psikis yang membawa akibat tidak ada atau berkurangnya pertanggungjawaban. Hal ini hanya dimungkinkan jika seseorang tanpa sepengetahuannya dibuat mabuk, namun seseorang yang secara sadar mengkonsumsi minuman keras atau narkotika dalam keadaan tidak sadarkan diri melakukan suatu perbuatan pidana, tidaklah dapat dijadikan alasan pemaaf. 

Disini berlaku action libera in causa artinya keadaan tidak sadarkan diri karena perbuatan bukan merupakan alasan penghapusan pidana, dan sesuai pula dengan adagium qui peccat ebrius, luat sobrius artinya biarkanlah orang mabuk yang melanggar hukum dan dihukum ketika ia sadar.

Semoga Bermanfaat...
Admin : Ferawati Kartika Usman, SH
Web Blog : Kabupaten Sidrap



Previous
Next Post »