Hukum Pidana - Refleksi hukum pidana Nasional, yang tercermin dalam KUHPidana, adalah warisan masa kolonial bangsa Erofah, dan sejak kemerdekaan mengalami persesuaian dengan kebutuhan bangsa yang Merdeka, walaupun sungguh tidak mudah, dan mengalami pergolakan pemikiran yang panjang, dengan pandangan pandangan ahli hukum pidana dari masa ke masa, hingga saat ini.
Bagaimana pembaruan hukum pidana terjadi, itulah problematika para ahli hukum dan Politik di Lembaga legislatif. Isyu terkini tentang hukum pidana, tidak hanya masalah pidana, pertanggungjawaban pidana serta pemidanaan yang ideal, humanistis dan rasional. Tetapi bagaimana pembaruan hukum pidana dapat terjadi melalui serangkaian politik kriminal, guna meneguhkan prinsip dan watak hukum nasional.
Hukum pidana tidak hanya terfokus pada satu atau beberapa sisi, namun hukum pidana telah mempunyai suatu konsentrasi pada seluruh alam semesta, disebabkan hanya pikiran sempitlah yang menyatakan hukum pidana, hanya bersentuhan dengan pesoalan manusia, dan perkembangan terkini mengenai hukum pidana, adalah bagaimana bentuk terbaik dari hukum pidana mendatang, yang bersesuaian dengan keadaan di masyarakat. Sehingga pembaruan hukum pidana, justru membawa peradaban, khususnya politik hukum pidana.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, telah memberikan dampak yang nyata, bagi tata hubungan manusia di dunia. Karenanya sangat berpengaruh pada perubahan hukum, baik yang bersifat hukum privat maupun hukum publik. Kejahatan juga berkembang sejalan dengan cepatnya, tehnologi informasi dan elektronika, sehingga dalam mengantisipasinya, maka setiap negara melakukan penyesuaian dalam pembaharuan hukum pidananya.Dalam hukum pidana, dapat diketahui dari berbagai pendapat, yang menyatakan bahwa tujuan hukum pidana, adalah untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sekunder, terutama tentang penjatuhan hukuman terhadap masyarakatnya. Karena secara primer hukum pidana, berguna untuk menginsyafkan perbuatan yang keliru agar tidak mengulangi lagi perbutannya.
Terhadap hukum pidana yang berlaku di Indonesia, adalah hukum pidana yang telah dikodifikasi, yakni sebagian besar aturan aturannya telah disusun dalam suatu Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dikodifikasi, melalui Unifikasi, sejak tahun 1918, berlakunya Wetboek van strafrecht voor nederlands Indie. Selanjutnya melalui Undang Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana, berlaku hingga sekarang, dengan berbagai perubahan dan tambahannya.
Pemikiran untuk memperbaharuai hukum pidana materiil, sebenarnya sudah dilakukan sejak terbitnya UU No. 1 Tahun 1946, dan ditegaskan dalam suatu seminar nasional tahun 1963 di Semarang. Para ahli berkumpul yakni, “Soedarto, Oemar Seno Adji, Ruslan Saleh”, telah menyinggung, betapa pentingnya membangun hukum pidana nasional, yang tidak bersifat ad hoc, seperti kain perca, melainkan bersifat sistemik, atas dasar idea nasional, dan pandangan sikap, persepsi, filosofi, dan nilai-nilai budaya, bangsa indonesia yang terkait dengan asas-asas hukum pidana, tentu saja tidak mengenyampingkan hukum pidana yang bersifat universal, dalam bentuk konvensi-konvensi hukum pidana internasional yang telah diratifikasi, resolusi-resolusi, lembaga-lembaga internasional yang mengatur berbagai asas, norma-norma dan standar yang muncul dari organisasi-organisasi hukum pidana tersebut.
Selanjutnya melalui BPHN dikoordinasikan pelbagai pertemuan ilmiah, yang pada akhirnya mengerucut dalam bentuk tim RUU KUHP. Penyusunan itu dilatarbelakangi oleh kebutuhan dan tuntutan nasional, untuk melakukan pembaruan hukum pidana secara sistemik (struktur, substansi, dan kultur). Karenanya pembaruan KUHP, adalah suatu keharusan, dalam mengisi berbagai kekurangan dan mengatasi perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, yang mendorong pelbagai kejahatan dengan model model dan cara cara yang mutakhir, yang semakin menantang, dan upaya percepatan rasa aman, tenteram untuk menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Baca Juga :