Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata - Lengkap 17 Halaman

Senior Kampus - Banyak dari kalangan masyarakat umum yang mempertanyakan, apa sih perbedaan dari hukum pidana dan hukum perdata? nah... tanpa berlama-lama berikut kami rangkum penjelasan selengkap-lengkapnya terkait perbedaan mendasar atau perbedaan umum hukum pidana dan hukum perdata.

Daftar isi :

  1. Penjelasan lengkap Hukum Pidana Indonesia
  2. Penjelasan lengkap Huku Perdata Indonesia
  3. Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata

I. HUKUM PIDANA

Pengertian Hukum Pidana
Pada dasarnya hukum pidana merupakan salah satu jenis hukum yang berlaku di Indonesia. Jenis hukum di Indonesia sendiri ada bermacam-macam tergantung dari dasar pembaginya, namun, secara umum jenis hukum di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu: hukum publik dan hukum privat.

Hukum publik mengacu pada hukum yang mengatur hubungan antar setiap warganya dengan negara. Hukum ini bersifat menyeluruh dan berlaku pada setiap warga negara, sedangkan hukum privat kebalikannya. Hukum ini mengatur hubungan antar sesama manusia antara satu orang dengan orang lainnya dan menyangkut kepentingan perorangan.

Sebagian besar ahli menyebutkan hukum pidana adalah jenis hukum yang termasuk pada hukum publik mengingat sifatnya yang mengatur hubungan antara warga negara masyarakat dengan negara, meski demikian, dalam kasusnya masih terdapat aturan-aturan pada hukum pidana yang bersifat privat yang mana negara tidak serta merta dapat menegakkan aturan ini tanpa adanya permohonan dari pihak yang dirugikan.

Terdapat beberapa ahli yang memiliki pandangan mengenai pengertian hukum pidana, namun sebelumnya, perlu kalian ketahui juga bahwa definisi mengenai hukum secara umum hingga kini bahkan masih belum menemukan titik sepemahaman.

Hukum tidak bisa didefinisikan melalui satu pandang saja mengingat sifatnya yang multi dimensional, meski begitu terdapat beberapa batasan yang bisa mendefinisikan hukum termasuk di dalamnya hukum pidana.

Menurut penulis asal Belanda, Derkje Hazewinkel-Suringa, terdapat beberapa batasan yang dapat mendefinisikan hukum pidana, yaitu:

  • Terdapat perintah dan larangan di mana atas pelanggaran perintah dan larangan tersebut telah ditentunkan ancaman sanksi yang ditetapkan oleh lembaga negara berwenang.
  • Terdapat aturan-aturan yang menentukan bagaimana atau dengan alat apa negara dapat memberikan reaksi pada mereka yang melanggar aturan-aturan tersebut.
  • Terdapat kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan tersebut pada waktu tertentu di wilayah negara tertentu.

W.L.G Lemaire menuliskan pengertian hukum pidana sebagai hukum yang terdiri dari norma-norma berisi keharusan dan larangan, dibentuk oleh pembentuk undang-undang serta telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman berupa penderitaan yang bersifat khusus, sementara Mezger mengartikan hukum pidana dengan lebih sederhana, yakni aturan-aturan hukum yang mengikat suatu perbuatan tertentu dan memenuhi syarat-syarat tertentu dan  memiliki suatu akibat yang berupa pidana.

Moeljatno menulisnya dengan cukup jelas yakni hukum pidana dapat dilihat sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara dan memuat dasar-dasar tentang peraturan dan ketentuan mengenai apa-apa yang tidak boleh dilakukan, larangan serta ancaman pidana bagi yang melakukannya, aturan di dalamnya juga memuat tentang kapan dan dalam hal apa sanksi dapat berlaku kepada mereka yang melanggar serta dengan cara apa pengenaan denda pidana itu dapat dilaksanakan.

Melihat pada definisi-definisi di atas kalian bisa nih ambil garis besar tentang pengertian hukum pidana yaitu hukum yang mengatur tentang perintah dan larangan masyarakat dalam kegiatannya sebagai warga negara yang dibuat oleh lembaga negara berwenang serta memiliki sanksi kuat bagi siapapun yang melanggarnya.

Penerapan Hukum Pidana Indonesia
Sederhananya fungsi dan tugas hukum pidana sama dengan fungsi hukum secara umum yakni untuk mengatur tingkah laku masyarakat demi mewujudkan ketertiban, keadilan, perlindungan, kenyamanan, dan kesejahteraan masyarakat.

Sudarto membagi dua fungsi hukum pidana yaitu fungsi umum dan khusus. Fungsi umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup bermasyarakat dan menyelenggarakan tata aturan dalam masyarakat, sementara fungsi khusus dari hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak mengganggunya, dengan sanksi berupa pidana yang sifatnya memaksa dan mengikat.

Kepentingan hukum dalam hal ini meliputi individu, kelompok (masyarakat, negara, dan sebagainya), melihat dari hal ini, tugas utama hukum pidana menurut H.L.A Hart adalah untuk melindungi masyarakat dari setiap kejahatan yang muncul akibat adanya pelanggaran undang-undang. Menurutnya lagi, hukum pidana tidak bertujuan untuk memperbaiki pelaku kejahatan saja tetapi juga untuk mencegah masyarakat untuk melakukan kejahatan.

Wilkins memiliki pandangan yang cukup spesifik tentang tujuan hukum pidana. Menurutnya tujuan utama dari berlakunya hukum pidana adalah untuk memperkecil kemungkinan pelaku kejahatan mengulangi perbuatannya.

Dari pandangan beberapa ahli ini kalian bisa mengambil kesimpulan bahwa hukum pidana memiliki dua fungsi pokok yaitu preventif (pencegahan) dan represif (pengendalian), kedua fungsi dari hukum pidana diselenggarakan melalui aturan-aturan yang bersifat mengatur dan memaksa anggota, hal ini dilakukan agar masyarakat patuh dan menaati aturan yang ada sehingga diharapkan mampu menciptakan masyarakat yang ideal—tertib, damai, adil dan sejahtera.

Hukum pidana ternyata punya turunan atau jenis hukum di dalamnya. Jenisnya ada dua, yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana umum mengacu pada hukum pidana yang berlaku untuk setiap masyarakat (berlaku terhadap siapapun tanpa mempedulikan golongan, status, dan lain sebagainya). Sumber hukum pidana jenis ini adalah bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baik KUHP tentang ketentuan umum, KUHP kejahatan, serta KUHP tentang pelanggaran.

Sementara hukum pidana khusus merujuk pada aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum serta berlaku khusus bagi orang-orang tertentu. Menyimpang dari hukum pidana umum maksudnya ketentuan tersebut hanya berlaku untuk subyek hukum tertentu dan hanya mengatur tentang perbuatan tertentu. Contoh pidana khusus seperti hukum pidana fiskal, hukum pidana tentara, hukum pidana ekonomi, dan lain-lain.

Sudarto menyebut dalam hukum pidana khusus terdapat tiga klasifikasi atau pengelompokkan hukum, yaitu:

  • Undang-undang yang tidak dikodifikasikan (tidak dikitabkan) misalnya seperti UU Narkotika, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Lalulintas Jalan Raya, dan lain sebagainya.
  • Peraturan-peraturan hukum administratif yang mengandung sanksi pidana, misalnya seperti UU Perburuhan, UU Lingkup hidup, UU Konservasi Sumber Daya Hayati, dan lain-lain. 
  • Undang-undang yang mengandung hukum pidana khusus dan mengatur tentang tindak pidana untuk golongan serta perbuatan tertentu, misalnya seperti KUHP Militer, UU Pajak, UU Tindak Pidana Ekonomi, dan sebagainya.

Sifat Hukum Pidana
Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Oleh karenanya, sifat dalam hukum pidana adalah bersifat publik dan mengatur hubungan antara warga masyarakat dengan negara. Sifat ini berbeda dengan hukum perdata yang bersifat privat dan hanya menyangkut kepentingan perorangan.

Dalam menentukan kaidah-kaidah dalam hukumnya, hukum pidana juga memiliki karakteristik sendiri. Hukum pidana tidak memiliki kaidah sendiri melainkan mengambil kaidah-kaidah dalam hukum lain seperti hukum tata negara, hukum perdata, dan sebagainya.

Hukum pidana dalam hal sebagai alat kontrol sosial juga cenderung memiliki sifat subsider (bersifat pengganti) yang mana hukum pidana hendaknya berlaku atau dipergunakan apabila usaha-usaha melalui hukum lain dianggap kurang memadai.

Sumber dari hukum pidana yang berlaku di Indonesia :

  • KUHP
    KUHP merupakan sumber utama hukum pidana Indonesia. Sebagaimana yang tadi juga sudah disebutkan, KUHP yang dapat menjadi sumber lahirnya hukum pidana adalah pada KUHP mengenai ketentuan umum, KUHP tentang kejahatan dan KUHP tentang pelanggaran. 
  • Undang-undang di luar KUHP
    Undang-undang ini memuat aturan-aturan untuk tindakan pidana khusus seperti pemberantasan tindak pidana korupsi, kekerasan dalam rumah tangga, narkotika, dan lain sebagainya. 
  • Hukum adat.
    Pada daerah tertentu untuk perbuatan-perbuatan yang tidak tercantum dalam peraturan tertulis seperti KUHP atau Undang-undang lainnya, keberadaan hukum pidana adat di suatu daerah masih tetap berlaku.

Sanksi dalam Hukum Pidana
Melihat pada apa yang dituliskan dalam pasal 10 KUHP, terdapat beberapa macam hukuman atau sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah melanggar ketentuan dalam hukum pidana. Sanksi ini dijatuhkan pada seseorang tergantung dari besar perbuatan atau pelanggaran yang dilakukan.

Sanksi atau hukuman tersebut terbagi dalam dua hukuman: pokok dan tambahan. Hukuman pokok ini meliputi, hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan, hukuman denda serta hukuman tutupan. Sementara hukuman tambahan meliputi pencabutan hak-hak tertentu, penyitaan barang, serta pengumuman keputusan hakim. Pada hukuman tambahan sanksi-sanksi ini tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri tetapi harus disertakan bersamaan dengan hukuman pokok.

Melihat dari macam sanksi di atas, ternyata sanksi hukum pidana termasuk sanksi yang sangat mengikat dan memaksa setiap warganya karena dapat mengenai harta benda, kehormatan tubuh, hingga nyawa. Pemberlakuan sanksi atas hukum tentunya dilakukan dengan alasan yang didasarkan atas kepentingan bersama. Yaitu demi mewujudkan negara yang tertib, aman, adil, dan sejahtera.

II. HUKUM PERDATA INDONESIA

Pengertian Hukum Perdata Indonesia
Hukum merupakan alat atau seperangkat kaidah. Perdata merupakan pengaturan hak, harta benda dan sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan hukum. Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat.

Istilah hukum perdata ini berasal dari bahasa Belanda ‘Burgerlijk Recht’. Hukum perdata juga sering dikenal dengan sebutan hukum privat atau hukum sipil. Namun, istilah hukum perdata lebih umum digunakan saat ini.   

Menurut Prof Subekti, hukum perdata adalah semua hukum privat materiil berupa hukum pokok yang mengatur kepentingan individu dan menurut Prof. Sudikno, hukum perdata adalah keseluruhan peraturan yang mempelajari tentang hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, baik dalam hubungan keluarga atau hubungan masyarakat luas, sedangkan menurut Sri Sudewi Masjchoen Sofwan, hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan warga perseorangan yang satu dengan yang lainnya.

Hukum perdata di Indonesia terdiri dari:

  • hukum perdata adat. Ketentuan hukum yang mengatur hubungan individu dalam masyarakat adat yang berkaitan dengan kepentingan perseorangan. ketentuan-ketentuan adat ini umumnya tidak tertulis dan berlaku turun temurun dalam kehidupan masyarakat adat tersebut.
  • hukum perdata eropa. Ketentuan atau hukum-hukum yang mengatur hubungan hukum mengenai kepentingan orang-orang Eropa.
  • hukum perdata nasional. Bidang-bidang hukum sebagai hasil produk nasional. salah satu bagian hukum perdata nasional adalah hukum perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum Agraria dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.

Sejarah hukum perdata
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia sudah berusaha untuk mengganti seluruh hukum kolonial dengan hukum nasional. Namun, hal itu tidak mencapai hasil yang diinginkan karena adanya perbedaan pandangan dalam pembangunan hukum, apakah harus menggunakan hukum nasional dan membuang semua hukum kolonial atau ingin menggunakan beberapa hukum kolonial. Selain itu ada juga yang berpandangan untuk menggunakan hukum adat.

Pada awalnya, KUH Perdata hanya berlaku bagi orang Belanda, kenyataannya, hukum ini sampai sekarang masih digunakan sebagai salah satu hukum yang berlaku dalam hubungan masyarakat.  dimana sejarah mencatat bahwa hukum perdata mulanya berasal dari bangsa Romawi, pada masa pemerintahan Julius Caesar, 50 SM. Hukum perdata ini juga diberlakukan di Perancis dan bercampur dengan hukum Perancis yang asli. Keadaan ini terus berlangsung hingga masa pemerintahan Louis XV.

Pada masa pemerintahan Louis XV, diadakan usaha untuk menyatukan kedua hukum tersebut yang diberi nama Code Civil Des Francais pada tahun 1804. Pada tahun 1807 diundangkan kembali menjadi Code Napoleon, setelah itu diubah lagi menjadi Code Civil yang mencampurkan hukum gereja, yang didukung oleh gereja Roma Katolik. Pada tahun 1811, Belanda dijajah oleh Perancis  dan Code Civil diberlakukan di negeri Belanda. Karena setelah itu Belanda menjajah Indonesia, Code Civil yang dulunya berlaku di Belanda juga diterapkan di Indonesia sejak Januari 1848.

Berlakunya hukum perdata dari Belanda tersebut berhubungan dengan politik hukum Hindia Belanda yang membagi penduduknya menjadi tiga golongan yaitu; golongan Eropa, semua orang Belanda, orang yang berasal dari Eropa dan Jepang, orang yang hukum keluarganya berdasarkan hukum Belanda serta keturunan mereka; Golongan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing Bukan Tionghoa seperti orang India, Pakistan dan Arab; Orang-orang yang menyesuaikan hidupnya dengan golongan Bumi Putera.

Penggolongan orang-orang tersebut diatur dalam pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang masih berlaku sampai sekarang berdasarkan pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan diatur dalam pasal 131 IS, yang berisi bahwasannya golongan Eropa berlaku hukum perdata dan hukum Dagang atas dasar asas konkordansi. Bagi golongan orang Timur Asing Tionghoa berlaku hukum perdata yang diatur dalam BW (Burgerlijk Wetboek) dan hukum dagang dengan beberapa pengecualian. Bagi golongan Bumi Putera, berlaku hukum perdata adat, hukum yang tidak tertulis namun hidup dalam perilaku rakyat sehari-hari.    

Sumber-sumber hukum perdata

  • Algemene Bepalingen van Wetgevingketentuan-ketentuan umum pemerintah Hindia Belanda yang diterapkan di Indonesia (terdiri atas 36 pasal)
  • KUH Perdataketentuan hukum produk Hindia Belanda yang diterapkan dan diberlakukan di Indonesia;
  • KUHD atau Wetboek van Kopenhandel
  • KUHD memiliki 754 pasal, meliputi tentang dagang dan hak-hak kewajiban dalam pelayaran.
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Hukum Agraria
  • UU ini diatur tentang hukum pertanahan yang berdasarkan pada hukum adat.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Hukum Perkawinan
  • UU ini membuat ketentuan yang tercantum dalam Buku I KUH Perdata, khususnya mengenai perkawinan.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1996  tentang Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
  • UU ini mencabut peraturan berlakunya hipotek dalam Buku II KUH Perdata. tujuan dari pencabutan ketentuan tersebut adalah karena sudah tidak sesuai dengan kegiatan perkreditan.
  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
  • Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang memiliki wujud atau tidak dan benda tidak bergerak seperti bangunan yang tidak bisa dibebani hak tanggungan.
  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
  • Undang-Undang yang mengatur tentang Lembaga Jaminan Simpanan, adalah lembaga penjamin simpanan nasabah bank.
  • Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang berisi tentang Kompilasi Hukum Islam atau KHIKompilasi Hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang perkawinan, hukum waris, perwakafan yang hanya berlaku bagi orang-orang beragama islam.

BAB dalam Hukum Perdata
Dalam Kitab Hukum Perdata, tersusun dari empat BAB yaitu;

  • Buku I (Van Personen)  – membahas tentang orang, mengatur hukum mengenai perseorangan dan hukum kekeluargaan.
  • Buku II (Van Zaken) – membahas tentang kebendaan, mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hukum kebendaan dan harta waris.
  • Buku III (Van Verbintenissen) – membahas tentang perikatan, mengatur hak dan kewajiban timbal balik antara perseorangan dengan badan hukum atau pihak tertentu.
  • Buku IV (Van Bewijaeu Veryaring)  – membahas tentang pembuktian, mengatur alat-alat pembuktian. 

III. PERBEDAAN HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA

Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata
Pada dasarnya, hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, misalnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang memiliki implikasi secara langsung pada masyarakat secara luas (umum), dimana apabila suatu tindak pidana dilakukan, berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan ketertiban umum di masyarakat.

Hukum Pidana sendiri bersifat sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) untuk menyelesaikan suatu perkara. Karenanya, terdapat sanksi yang memaksa yang apabila peraturannya dilanggar, yang berdampak dijatuhinya pidana pada si pelaku. Penjelasan selengkapnya tentang ultimum remedium dapat Anda simak Arti Ultimum Remedium.

Berbeda dengan hukum pidana, hukum perdata sendiri bersifat privat, yang menitikberatkan dalam mengatur mengenai hubungan antara orang perorangan, dengan kata lain menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa akibat dari ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) hanya berdampak langsung bagi para pihak yang terlibat, dan tidak berakibat secara langsung pada kepentingan umum.

TAMBAHAN

Catatan Kampus - Perbedaan hukum pidana dan perdata Perbedaan hukum perdata dan pidana terletak pada hubungan antar objek hukum dalam hal ini masyarakat, baik individu maupun badan hukum, dan negara. 

Sederhananya, hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat (warga negara) dengan negara yang menguasai tata tertib dalam masyarakat tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan, dengan adanya ancaman sanksi tertentu. 

Mengutip Buku Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Prof. Dr. W.L.G. Lemaire menyebut, hukum pidana adalah terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang oleh pembentuk undang-undang telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. 

Dikutip dari Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, menurut Sudarsono, pengertian hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan. 

Kata “pidana” diartikan sebagai “dipidanakan oleh instansi tertentu yang berkuasa kepada seseorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan”. 

Sementara hukum perdata adalah hubungan hukum antara orang yang satu dan yang lainnya yang mengatur hubungan antara individu dengan individu, fokus dari hukum perdata adalah kepentingan personal atau kepentingan individu. 

Perbedaan hukum pidana dan perdata juga terletak pada pelaksanannya. Pelanggaran norma perdata hanya baru bisa diproses setelah ada pengaduan, di mana pihak pengadu menjadi penggugat perkara. Ini berbeda dengan hukum pidana, di mana tindakan bisa diambil oleh pengadilan dan aparat penegak hukum tanpa perlu adanya pihak yang mengadukan atau merasa dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma-hukum pidana alias delik atau tindak pidana, maka alat-alat perlengkapan Negara seperti Polisi, Jaksa dan Hakim segera bertindak.

SEKIAN

Nah,, itulah tadi pembahasan lengkap terkait perbedaan Hukum Pindana Indonesia dan Hukum Perdata Indonesia, semoga artikel ini bermanfaat buat para pembacanya...

Editor : Nurlina Arianti, SH
Admin : Sukma 96

Kantor Hukum : ABR & Partners
Pimpinan : Andi Akbar Muzfa, SH




Previous
Next Post »