Strategi Penegakan Hukum Dalam Konsep Negara Hukum Indonesia

Bagaimana strategi penegakan supremasi hukum yang berintikan keadilan hukum dalam konsep negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila?.

Penegakan supremasi hukum bukanlah dominasi pelaku kekuasaan kehakiman. Akan tetapi justru harus dilakukan oleh seluruh komponen negara. Dalam studi ilmu negara di sana dipelajari mengenai asal mula negara dan juga menyinggung komponen negara.  Dalam studi ilmu hukum tata negara di sana dipelajari juga mengenai konstitusi dan konstruksi negara di dalam konstitusi itu. Secara umum dapat dilihat bahwa tatkala  kata negara, disebut, maka ketika itu dipahami bahwa komponen pokok dari suatu negara adalah wilayah kedaulatan negara, pemerintahan negara, dan rakyat negara.

Di dalam tiga komponen pokok negara tersebut harus dilakukan penegakan supremasi hukum. Secara khusus di dalam pemerintahan negara, terdapat tiga kekuasaan negara, yaitu kesatu, kekuasaan legislatif yang implementasinya di Indonesia diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kedua, kekuasaan eksekutif, yang di dalamnya terdapat lembaga kepresidenan yaitu presiden dan wakil presiden, berserta para pembantunya dalam tataran penyelenggaraan pemerintah negara, yang secara organisatoris diimplementasikan dalam bentuk kementerian negara dan non kementerian. Ketiga adalah kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung beserta badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara, serta sebuah mahkamah konstitusi.

Uraian di atas menunjukkan bahwa  penegakan supremasi hukum pada tataran pelaksanaan hukum dilakukan oleh seluruh kekuasaan negara yang terbagi itu. Penegakan  supremasi hukum dalam tataran kekuasaan eksekutif harus mengambil strategi yuridis berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam lingkaran legal policy nya. Hal itu dilakukan untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya  abuse of power dan perbuatan melanggar hukum atau perbuatan melawan hukum.  Legal policy sebagai kerangka strategis bagi kekuasaan eksekutif adalah pola kinerja yang konstitusional dan yuridis yang legistik, dan sejauh mungkin perlu dihindari kedekatannya dengan  kinerja yang serba legalistik, yang pada gilirannya akan keluar dari legal policy sehingga yang ada hanyalah policy yang rentan dengan kemungkinan dapat menyerempet proses kriminalisasi .

Kekuasaan kehakiman melakukan penegakan supremasi hukum melalui proses hukum pada tiap lingkungan dalam jenjang peradilan. Tata peradilan dengan segala kompleksitasnya  berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi  dalam bidang pembinaan tehnis peradilan, administrasi, organisasi dan finansial peradilan terhadap semua pengadilan negara dalam lingkungan peradilan yang ada di bawahnya.

Langkah strategis yang dilakukan oleh Mahkamah Agung beserta badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara,  tidak lain dari pada yang telah digariskan secara konstitusional, dan ketentuan undang-undang terutama mengenai segi keadilan prosedural. Selain dari yang demikian  dilakukan berbagai prinsip kerja yudikatif secara konseptual  dalam kerangka pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagai upaya untuk menegakkan keadilan substantif. Untuk menjamin dan mendukung terjaminnya  penegakan supremasi hukum pada tiap jenjang pengadilan,  telah menyiapkan Cetak Biru Pembaruan Mahkamah Agung Republik Indonesia  dan berimplikasi langsung pada pembinaan peradilan dalam berbagai aspek tehnis hukum dan peradilan, administrasi dan organisasi peradilan serta sistem keuangan peradilan termasuk biaya perkara sebagai penerimaan negara bukan pajak.

Menyangkut pembinaan tehnis hukum, dikembangkan terus secara berkelanjutan pemahaman mengenai hubungan kepastian hukum dan keadilan. Bahwa keadilan tidak muncul sedemikian rupa tanpa melalui kepastian hukum dan sebaliknya hanya kepastian hukum saja tindak mungkin melahirkan keadilan. Keadilan prosedural dan keadilan substantif harus berjalan seiring dengan garis kepastian hukum, karena kedua jenis keadilan itu tidak mungkin dapat diberikan kepada masyarakat tanpa berpegang teguh pada kepastian hukum. Kewenangan dalam menjalankan fungsi penegakan hukum secara institusional yang berkait dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman harus berjalan di atas rel hukum yang legistik dan karena itu harus dhindari kemungkinan bergeser ke rel hukum yang legalistik karena rel ini berada dalam kekuasaan kehakiman. Dari yang  tergambar di atas betapa pelaksanaan fungsi penegakan hukum itu demi kepastian hukum harus terhindar dari berbagai intervensi eksternal apalagi intervensi politik.

Di dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman, secara legistik diatur bahwa hakim yang berada pada tiap jenjang pengadilan adalah pejabat negara pelaksana kekuasaan kehakiman. Hakim harus memiliki pemahaman yang kuat dan konprehensif mengenai hubungan timbal balik kepastian hukum dengan keadilan sehingga mendapat arah yang tepat dan benar dalam menerapkan hukum. Selain dari pada itu hakim dituntut untuk memiliki ketrampilan dalam memahami dan menafsir hukum sesuai dengan kewenangan yang diberikan hukum sehingga pada gilirannya ia dapat menciptakan hukum  ketika berhadapan dengan kompleksitas permasalahan hukum  dalam proses peradilan sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial  kemasyarakatan. 

Hal itu berkaitan dengan berbagai jenis keadilan yang ditegakkan  melalui kepastian hukum dalam proses peradilan seperti: 
  1. keadilan distributif yang menekankan proporsionalitas, sementara 
  2. keadilan kumutatif yang menekankan pada persamaan antara prestasi dan kontraprestasi, 
  3. keadilan vindikatif yang menjatuhkan hukuman atas ganti kerugian dalam tindak pidana, 
  4. keadilan korektif yang berorientasi pada pembetulan yang berusaha memberikan kompensasi atas kerugian yang proporsional  akibat dari suatu tindak pidana, Kemudian 
  5. keadilan retributif  yang menekankan pada hukuman yang proporsional dengan besar kecilnya tindak pidana yang dilakukan seperti kejahatan kecil dipidana ringan dan kejahatan besar dipidana berat dimana pola itu tidak saja berlaku di dalam lingkungan kekuasaan kehakiman tetapi juga dapat diterapkan dalam lingkungan kekuasaan  lain.
Penegakan supremasi hukum dalam proses peradilan  sesuai dengan perkembangan hukum dan peradilan, restorative justice atau keadilan restoratif telah menjadi pilihan. Keadilan restoratif memusatkan perhatiannya pada kejahatan yang menentang individu dan masyarakat dari pada negara. Korban memegang peran penting dan dapat menerima restitusi dari pelaku pelanggaran atau kejahatan.Dalam keadilan ini, pelaku kejahatan dan pelanggaran  diwajibkan memberikan ganti kerugian kepada korban secara proporsional. Untuk mewujudkan keadilan restoratif,  dalam bidang pidana dapat dilakukan mediasi pidana baik dalam proses litigasi maupun non litigasi.  Untuk jenis non litigasi, secara legistik telah dilakukan melalui ketentuan undang-undang seperti yang diatur di dalam Undang-undang   yang mengatur mengenai otonomi khusus Papua, penyelesaian sengketa  secara adat di daerah-daerah  yang pernah terjadi persengketaan etnis, agama atau lainnya.

Di dalam  sengketa perdata, mediasi perdata sebagai bentuk  keadilan restoratif  telah  mampu menyelesaikan sengketa perdata tanpa litigasi dalam waktu yang cepat dan biaya ringan. Dengan demikian bahwa  prinsip penyelenggaraan peradilan  dengan sederhana, cepat dan biaya ringan di dalam sistem petadilan Indonesia adalah merupakan juga implementasi  dari keadilan restoratif. Dengan demikian terlihat bahwa  local wisdom  atau kearifan lokal menjadi bentuk hukum yang legalistik yang diterapkan melaui  keadilan restoratif sehingga bukan saja memberikan keadilan  hukum atau  legal justice tetapi juga sekaligus memberikan social justice dan kepuasan yuridis maupun kepuasan sosial.

RANGKUMAN STRATEGI PENEGAKAN HUKUM
New Update - Cacatan Mahasiswa Hukum
Manusia adalah makhluk sosial, yakni makhluk yang tidak dapat melaksanakan kehidupan sendiri seorang diri alih-alih manusia senantiasa membutuhkan manusia yang lain untuk hidupnya. Karena hidup, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain inilah dituntut adanya interaksi dan komunikasi yang baik antara sesama manusia sehingga bisa terbangun kerjasama yang merupakan awal dari terbentuknya masyarakat.

Seperti paragraf pertama, karena begitu dibutuhkannya komunikasi dan interaksi yang baik antara setiap manusia maka diperlukan suatu aturan yang disepakati bersama yang mengatur tatacara manusia agar berkehidupan yang baik dan adil antar sesamanya. Dalam pembentukannya, peraturan yang dibuat ini adalah kesepakatan antara beberapa orang, namun seiring dengan berjalannya waktu dan jumlah manusia menjadi semakin banyak peraturan yang dibuat beberapa manusia ini pun tersebar diantara manusia yang lain, turun temurun dan senantiasa terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menjadi semacam peraturan yang mutlak harus ditaati oleh masyarakat luas karena peraturan ini memang mangatur tatacara kehidupan manusia agar terjalin hubungan yang baik dan berkeadilan.

Seiring berjalannya waktu pula, seiring dengan semakin kompleksnya peradaban masyarakat, peraturan inipun mengalami perubahan yang silih berganti. Peraturan ini dirubah, direvisi dan diamaandemen sesuai dengan keadaan paradaban pada tiap zaman dan setiap tempatnya. Kenapa dirubah? Karena sudah pasti keperluan tiap zaman dan daerah pastilah berbeda, keadilan—meskipun secara substansial adalah sama—secara pelaksanaan di lapangan terus selalu berbeda dari zaman ke zaman dan dari peradaban ke peradaban yang lainnya.

Peraturan yang telah dijabarkan secara panjang lebar pada kedua paragraph diatas inilah yang kemudian kita sebut sebagai hukum. Jadi hukum adalah sekumpulan peraturan yang dibuat manusia pada suatu tempat dan waktu tertentu, yang bersifat mengikat sehingga harus ditaati, yang mengatur tatacara berkehidupan manusia agar menjadi lebih baik dan berkeadilan. Dan perlu diketahui definisi hukum sangatlah berbeda-beda, banyak sekali ahli hukum—meskipun sama-sama menguasai bidang hukum—mendefinisikan pengertian hukum begitu berbeda-beda antar tiap orang. terlepas dari perbedaan definisi redaksional disini, saya yakin kita semua mempunyai pengertian definisi secara substansial yang kurang lebih sama.

Berbicara tentang Indonesia berarti membicarakan hukum. Mengacu pada pasal 27 Undang-undang Dasar 1945 yang menerangkan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu sendiri.  Dari sini kita dapat menyatakan bahwa negara kita Indonesia adalah Negara Hukum, semua warga negara tanpa terkecuali harus menjunjung tinggi dan patuh terhadap hukum.

Hukum yang harus bersama kita taati ini menurut Prof. Donald Black memiliki beberapa perilaku yang kemudian kita sebut dengan “the behavior of law”. Menurutnya, terdapat 4 perilaku yang dimiliki hukum. Keempat behavior ini adalah;
  1. Makin dekat dengan seseorang dengan kekuasaan, maka makin jauhlah orang itu dari jangkauan hukum. hal seperti ini biasa kita lihat pada konglomerat yang akrab dengan pemerintah dan terkena suatu kasus tertentu, konglomerat ini pasti lebih mudah lepas dari jeratan hukum dari pada orang-orang biasa.
  2. Makin tinggi status sosial seseorang, makin jauh dari jangkauan hukum. ini tidak jauh beda dengan contoh pertama.
  3. Makin besar kekuasaan yang dimiliki, maka makin tidak tejangkau hukum, contohnya adalah orang-orang pemerintah yang memiliki kekuasaan pada suatu daerah. Jarang sekali rasanya orang-orang ini ketikan terlibat suatu kasus tertentu dan dihukum setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukannya.
  4. Penegak hukum yang kegigihannya sarat dipengaruhi dengan faktor ekonomi. Aparat penegak hukum yang menerima gaji yang kecil dari pemerintah cenderung lebih mudah untuk menerima suap dan tawaran-tawaran menggiurkan lain yang mengurangi integritasnya dalam menegakkan hukum.
Namun setelah kita  mengenal ke ‘behavior of law’ menurut Prof. Donald Black ini jangan sampai lantas kita berputus asa terhadap penegakan hukum yang ada di Indonesia. Kita harus pantang menyerah berusaha keras sesuai lini kita masing-masing untuk menegakkan hukum untuk terwujudnya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

SEKIAN...
Dihimpun dari berbagai sumber, media online, literatur, buku-buku, catatan kampus, seminar dan forum diskusi mahasiswa...

Admin :

Posted Article by :
Yunita Yulianti, SH



Previous
Next Post »