Prosedur Lengkap Cara Melaporkan Pemukulan /Penganiayaan Ke Polisi

Blog Hukum
Laporkan segera jika terjadi tindakan kekerasan !
Sikap itu menjadi penting bukan saja karena tidak bisa menerima tindakan kekerasan dari seseorang, tetapi sangat penting artinya bagi proses hukum. Tindakan kekerasan bisa terjadi pada siapa saja dalam bentuknya yang beragam. Bahkan hukum di Indonesia secara khusus memberikan perhatian terhadap kekerasan dalam rumah tangga yang lebih dikenal dengan istilah KDRT. Ada banyak model bagaimana kekerasan itu terjadi dan kekerasan yang dialami dua orang sebagai pasangan kekasih tentu tidak masuk dalam kategori KDRT, tetapi masuk dalam kekerasan dalam konteks tindak pidana umum.

Jika seseorang mengalami tindakan kekerasan, tentu orang bersangkutan punya hak untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya kepada pihak yang berwajib. Yang terbaik tentu melaporkan tindakan kekerasan itu seketika atau beberapa saat setelah tindakan kekerasan itu dialami. Hal  itu menjadi penting karena dalam konteks tindakan kekerasan bukti fisik memegang peranan penting bagi yang berwajib untuk memproses kasusnya.

Jika tindakan kekerasan itu dilaporkan ke pihak berwajib lama setelah kejadian atau peristiwanya berlansung tentu akan menimbulkan kesulitan tersendiri dalam proses penangannya secara hukum. Apalagi jika orang yang mengalami tindakan kekerasan tidak melakukan visum atau memeriksakan dirinya kepada dokter pemerintah (rumah sakit) atas akibat dari tindakan kekerasan yang dialaminya, sehingga bukti-bukti kekerasan itu  menjadi lemah. Lebih buruknya lagi, jika tidak ada saksi yang melihat lansung pada saat terjadinya tindakan kekerasan itu. Meskipun orang yang mengalami tindak kekeasan itu mempunyai hak untuk melaporkan orang yang melakukan tindakan kekerasan itu sepanjang masih dalam tenggang waktu yang diatur peraturan perundang-undangan  atau tindak pidanya belum kadaluarsa.

Karena itu tindak kekerasan yang dialmi seseorang yang dilaporkan jauh  hari setelah kejadian, secara teknis hukum bukan pekerjaan mudah karena sipelaku bisa saja berdalih ia tidak melakukan tindakan kekerasan sebagaimana yang dituduhkan. Si pelaku bisa membuat dalil, bahwa bekas-bekas tindakan kekerasan yang ada diri korban bukanlah akibat perbuatannya, dan lebih buruk lagi jika cacat fisik atau bekas-bekas luka pada tubuh korban hanya berupa pengakuan dari korban sendiri. Oleh sebab itu, jika seseorang mengalami tindakan kekerasan, jika ia tidak bisa menerima perlakuan tersebut maka jalan terbaiknya adalah segera memeriksakan diri kepada ahli medis dan segera melaporkannya kepada pihak berwajib.

Melaporkan terjadinya tindakan kekerasan jauh setelah kejadian berlansung dan tidak pula disertai dengan bukti visum dan saksi yang melihat lansung kejadiannya, maka tentu menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pihak berwajib menindak lanjutinya secara hukum. Meskipun bisa, tapi membutuhkan kerja keras dari pihak berwajib mengupulkan alat bukti, sehingga proses hukum yang dilakukan tidak sia-sia atau patah ditengah jalan.

Bagaimana Dengan Pemukulan Sampai Memar Biru?
Jika ada seseorang yang mengalami pemukulan dengan luka memar biru akibat pemukulan, maka perbuatan pemukulan itu tergolong sebagai penganiayaan. Tindak pidana penganiayaan itu sendiri diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
  1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
  2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
  3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
  4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
  5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal mengatakan bahwa menurut yurisprudensi, “penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”.

R. Soesilo dalam buku tersebut juga memberikan contoh dengan apa yang dimaksud dengan “perasaan tidak enak”, “rasa sakit”, “luka”, dan “merusak kesehatan”:
  1. “perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.
  2. “rasa sakit” misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.
  3. “luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain.
  4. “merusak kesehatan” misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.
Jika luka memar di dalam pertanyaan Anda tidak menjadi halangan baginya untuk melakukan pekerjaannya, maka perbuatan tersebut digolongkan sebagai penganiayaan ringan yang diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP:  “Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.”

Dalam praktiknya, luka memar biru itu digolongkan sebagai penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP. Perlu diketahui bahwa luka memar dengan luka yang mengakibatkan warna biru pada kulit bukanlah dua luka yang berbeda. Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 33/PID.B/2013/PN-BNA. Dalam putusan tersebut diketahui bahwa terdakwa memukul kedua lengan saksi dengan menggunakan gagang sapu. Akibat dari perbuatan terdakwa, korban mengalami rasa sakit kedua lengannya dan terdapat memar kebiru merahan pada kedua lengan saksi. Akibat perbuatannya ini, terdakwa dihukum berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan dengan hukuman pidana penjara selama 2 (dua) bulan.

Soal apakah perkara penganiayaan yang mengakibatkan luka memar biru ini ditindaklanjuti atau tidak atau soal ringan tidaknya suatu perkara, menurut hemat kami, hal ini sudah menjadi kewajiban kepolisian untuk menindaklanjuti laporan atau aduan yang disampaikan kepadanya. Tugas dan wewenang dari penyelidik salah satunya adalah menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”). Penyelidik dalam hal ini polisi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 KUHAP, atas laporan/pengaduan tersebut mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.

Apabila Anda tidak juga memperoleh informasi terkait proses penyidikan terhadap laporan polisi yang telah dibuat, maka Anda sebagai Pelapor dapat mengajukan permohonan agar dapat diberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel tersebut.

Selanjutnya bagaimana jika pelakunya di bawah usia 18 tahun?
Dalam hal ini, pelaku masih dikategorikan sebagai anak sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”):

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Perlu Anda ketahui, ancaman pidana dalam pasal penganiayaan di KUHP tersebut berlaku bagi mereka yang sudah dewasa, sedangkan ancaman pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang yang sudah dewasa sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 81 ayat (2)  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”):

“Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.”

Oleh karena itu, jika ancaman pidana penjara bagi pelaku penganiayaan yang mengakibatkan luka memar pada Pasal 351 ayat (1) KUHP adalah pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, maka ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak pelaku tindak pidana penganiayaan adalah paling lama satu tahun empat bulan.

Prosedur Laporan Penganiayaan/ Pemukulan ke Polisi?
Yang dimaksud dengan laporan. Definisi Laporan dapat kita lihat di dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu: “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”.

Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut.

Selanjutnya, di mana kita melapor?
Dalam hal Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana atau kejahatan, Anda dapat langsung datang ke kantor kepolisian yang terdekat pada lokasi peristiwa pidana tersebut terjadi. Adapun daerah hukum kepolisian meliputi :
  1. Daerah hukum kepolisian Markas Besar (MABES) POLRI untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Daerah hukum kepolisian Daerah (POLDA) untuk wilayah Provinsi;
  3. Daerah hukum kepolisian Resort (POLRES) untuk wilayah Kabupaten/kota;
  4. Daerah hukum kepolisian Sektor (POLSEK) untuk wilayah kecamatan.
(Pasal 4 ayat [1] Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia – PP 23/2007)

Untuk wilayah administrasi kepolisian, daerah hukumnya dibagi berdasarkan pemerintahan daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu (Pasal 2 ayat [2] PP 23/2007). Sebagai contoh jika Anda melihat ada tindak pidana di suatu kecamatan, maka Anda dapat melaporkan hal tersebut ke Kepolisian tingkat Sektor (POLSEK) di mana tindak pidana itu terjadi. Akan tetapi, Anda juga dibenarkan/dibolehkan untuk melaporkan hal tersebut ke wilayah administrasi yang berada di atasnya misal melapor ke POLRES, POLDA atau MABES POLRI.

Pada saat Anda berada di Kantor Polisi, silakan langsung menuju ke bagian SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) yang merupakan unsur pelaksana tugas pokok di bidang pelayanan kepolisian. SPKT memiliki tugas memberikan pelayanan terhadap laporan/pengaduan masyarakat. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 106 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor, yang berbunyi.

SPKT bertugas memberikan pelayanan kepolisian secara terpadu terhadap laporan/pengaduan masyarakat, memberikan bantuan dan pertolongan, serta memberikan pelayanan informasi. Laporan oleh pelapor dilakukan secara lisan maupun tertulis, setelah itu berhak mendapatkan surat tanda penerimaan laporan dari penyelidik atau penyidik.

Pasal 108 ayat (1) dan ayat (6) KUHAP :
  1. ayat (1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan;
  2. ayat (6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Kewajiban kita sebagai pelapor sesungguhnya sudah mengurangi tugas dari kepolisian yang seharusnya menjaga kondisi lingkungan agar tetap dalam keadaan aman. Oleh karenanya, kita yang sudah membantu dan meringankan tugas Polri dalam melaksanakan tugas, melakukan laporan tentang dugaan tindak kejahatan tidak dipungut biaya. Kalaupun ada yang meminta bayaran itu adalah oknum yang sepatutnya Anda laporkan oknum tersebut ke Divisi Profesi dan Pengamanan (“Propam”) Polri.

Apakah layanan pelaporan atau aduan 24 jam?
Sepengetahuan kami tugas jaga/piket Sentra Pelayanan Kepolisian menerima laporan selama 24 Jam, 7 hari dalam seminggu. Ini merupakan bentuk pelayanan Kepolisian kepada masyarakat. Sedangkan untuk pengaduan melalui telepon, di dalam Peraturan Kepala Kepolisian No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas POLRI, Kepolisian membuka dan menyediakan akses komunikasi informasi tentang keluhan masyarakat yang ingin melapor melalui telepon nomor khusus seperti 110, 112 maupun sms ke 1717. Layanan 110 sama seperti halnya layanan 911 yang berlaku di mancanegara, terutama di kota-kota besar.

Demikian semoga bermanfaat.
Dasar hukum :
  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia
  3. Peraturan Kepala Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas POLRI;
  4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor;
  5. Peraturan Kepala Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 21 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Admin Senior Web/Blog Senior Kampus
Andi Akbar Muzfa SH
Associate LawFirm Bertua & Co

Posted By, Sulistiawati Aprilia



Previous
Next Post »