Perbedaan Sabu-Sabu Dan Heroin Lengkap (27 Halaman)

Senior Kampus - Bagi khalayak umum Kata "Sabu" dan "Heroin" mungkin sangat akrab ditelinga kita, namun tahukah kalian apa perbedaan Sabu dan Heroin? Berikut penjelasan lengkapnya (27 halaman) dapat juga sebagai bahan tugas kuliah.

1. Heroin sejenis dengan opium dan morfin dibuat dari damar tumbuhan poppy. Mirip susu, seperti resin opium, awalnya dilepaskan dari kelopak bunga poppy. Opium ini disuling untuk membuat morfin, lalu disuling lagi menjadi berbagai bentuk heroin yang lain.

Kebanyakan heroin disuntikkan yang jika dikonsumsi/diaplikasikan secara berlebihan dan tidak steril dapat berisiko terkena bahaya AIDS atau penyakit infeksi lainnya selain rasa sakit oleh adiksi.

2. Sabu atau Metamfetamina (metilamfetamina atau desoksiefedrin), disingkat met, dan dikenal di Indonesia sebagai sabu-sabu, adalah obat psikostimulansia dan simpatomimetik. 

Obat ini dipergunakan untuk kasus parah gangguan hiperaktivitas kekurangan perhatian atau narkolepsi dengan nama dagang Desoxyn, tetapi juga disalahgunakan sebagai narkotika. 

Crystal meth adalah bentuk kristal dari metamfetamina yang dapat dihisap lewat pipa.

PENJELASAN LENGKAP
Heroin & Sabu
Dikutip dari berbagai sumber terpercaya.


1. HEROIN
I. Sejarah Lahirnya Heroin
Pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1895, sebuah jenis narkotika diciptakan oleh Heinrich Dreser yang bekerja untuk perusahaan Bayer, Jerman. Ia berhasil memformulasikan morfin dengan acetyl yang hasilnya ia namakan heroin. 

Selama tiga tahun setelah jenis narkotika ini ditemukan, heroin tidak diproduksi untuk komersil.Pada tahun 1898, akhirnya Bayer meluncurkan heroin sebagai obat batuk sirup. Nama heroin diambil dari bahasa Jerman yaitu heroisch yang mengandung arti kepahlawanan. 

Tag line produk ini adalah Heroin Sang Penawar Batuk. Bayer sebagai produsen heroin pun memberikan produk ini kepada para dokter yang memberikan resep heroin ini untuk para pasiennyaSemakin lama heroin semakin berkembang dengan sangat luas, tapi tidak ada yang mengkaji bagaimana dampak yang bisa timbul dari obat tersebut. 

Bayer pun terus mengembangkan proyek obat ini secara global dan memasarkan heroin hingga ke 12 negara lainnya.

Memasuki era abad 20, pada awal-awal tahun 1900-an, sebuah komunitas dermawan yaitu Saint James di Amerika Serikat mengadakan kampanye besar-besaran untuk membagikan sampel heroin secara gratis. 

Heroin ini ditujukan untuk mengobati para pecandu morfin yang sudah akut.Di Amerika Serikat,angka kecanduan morfin sudah terlihat sejak masuknya obat tersebut pada akhir abad 19. 

Penggunaan morfin yang terus menerus semakin memicu ketergantungan terhadap obat tersebut, dan membuat ketergantungan tak terdeteksi sampai masa Perang Saudara berakhir.

Selama perang saudara angka kecanduan morfin mencapai puncaknya di Amerika. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah pasien (terutama prajurit korban perang) dirawat dengan menggunakan morfin, sekitar sepuluh ribu tentara Amerika Utara dan Konfederasi berubah menjadi pecandu morfin.

Morfin menjadi wabah epidemik di Amerika, 10 tahun sejak pertama kali masuk Amerika. Memang hal ini tidak dibuktikan dengan catatan statistik yang pasti tentang angka ketergantungan morfin, namun jelas masalah ini telah berkembang dan memerlukan perhatian serius dari dunia kedokteran. (seniorkampus)

Pangsa pasar penjualan tertinggi heroin adalah para dokter dan pasien. Namun ironisnya, para pasien ini yang sebelumnya merupakan pecandu morfin diobat dengan heroin, akhirnya para pasien ini justru menjadi pecandu heroin. Dari sinilah awal lahirnya pecandu heroin Amerika sampai saat ini.

Tujuan mulia dari para filantropi atau dermawan di Amerika untuk menyediakan heroin ternyata tidak berjalan dengan mulus. Semakin beredarnya heroin justru semakin menimbulkan dampak yang lebih parah. 

Banyak orang yang akhirnya kecanduan heroin, dan gejala putus zat yang mereka alami sama seperti apa yang dialami oleh pecandu morfin.Para dokter melihat fenomena permintaan pasien pada heroin jenis sirup obat batuk menjadi sangat tinggi, padahal mereka tidak mengalami keluhan apa-apa. 

Para pakar medis dan kimia kemudian mengkaji masalah ini. Kesimpulannya adalah, diasetilmofin yang terkandung dalam heroin dapat berpotensi menimbulkan efek ketergantungan yang lebih hebat dari morfin.

Mereka menyebutkan bahwa saat heroin masuk ke metabolism tubuh, zat aktif heroin langsung menyatu ke dalam aliran darah dan masuk ke otak sehingga menyebabkan euphoria. 

Efek ketergantungan heroin disebutkan dua hingga empat kali lipat dibandingkan morfin.

Ketersediaan heroin di seluruh dunia tidak lepas dari produksi tanaman opium di Segitiga Emas (Thailand, Laos, Myanmar) dan kawasan Sabit Emas (Afganistan, Iran dan Pakistan). Bahan narkotika jenis heroin ini diselundupkan ke berbagai daerah untuk diolah. 

Dalam buku The Politics of Heroin in Southeast Asia, karangan Alfred W. McCoy, disebutkan bahwa agen intelejen Amerika Serikat terkait dengan kejahatan heroin, karena mendukung pasukan Guerilla di Burma yang condong ke aliran nasionalis. 

Saat itu, tahun 1950-an pasukan Guerilla masih memegang hampir sepertiga suplai opium dunia. CIA kemudian membentuk pasukan bayaran yang dipimpin oleh produsen heroin. Barang haram tersebut diproduksi untuk tentara sekutu yang berada di Vietnam Selatan.

Pada tahun 1969, laboratorium gelap heroin semakin meningkat di kawasan Asia Tenggara lainnya, tepatnya di kawasan perbatasan negara Burma-Thailand-Laos.Hampir seluruh produksi heroin ini diselundupkan ke Amerika Serikat sehingga angka pecandu heroin di negeri Paman Sam ini meningkat tajam.

Para peracik heroin di sejumlah clandestine lab di kawasan Segi Tiga Emas tersebut merupakan ahli yang didatangkan dari Hong Kong. Heroin yang mereka produksi termasuk ke dalam kategori heroin kualitas tinggi.

Tingginya jumlah ketersediaan heroin di dunia, sedikit banyak berimbas pada angka penyalahgunaan narkotika di negeri ini. Berdasarkan keterangan Tarmizi Taher dalam jurnalnya ia menyebutkan, bahwa memasuki era orde baru, atau tahun 1960-an, generasi muda Indonesia sudah banyak yang menyalahgunakan narkotika. 

Meski ia tidak menyebutkan secara spesifik jenis narkotika apa yang digunakan, akan tetapi besar kemungkinan jenis heroin sudah masuk, di samping ekstasi dan juga kokain.

Pada tahun 1960-an bahwa di Indonesia sudah terdapat penyalahgunaan heroin dan kokain. Pada masa itu pula muncul istilah morfinis bagi para pemadat di negeri ini. Satu dasawarsa kemudian, bahkan di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan penyalahgunaan narkotika dengan cara injeksi sudah dikenal.

Dari data Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, pada tahun 1971, pengguna narkotika dengan suntikan atau IDU (Injecting Drug User), diperkirakan mencapai 200 hingga 300 IDU dengan total 2.000-3.0000 kasus ketergantungan obat.Semakin maraknya penyalahgunaan narkotika di Indonesia dinilai akan mengancam stabilitas ekonomi dan keamanan negeri. 

Sikap Indonesia terhadap situasi penyalahgunaan cukup responsive dengan mengeluarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol Yang Mengubahnya.Selanjutnya pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1976 tentang narkotika. 

Dalam Undang-Undang ini, disebutkan beberapa jenis yang termasuk dalam narkotika, diantaranya opium mentah dan masak, Morfina, kokain dan ganja.

Dalam perkembangannya, banyak generasi muda Indonesia yang menggunakan narkotika jenis heroin tapi dengan kualitas rendah, atau yang disebut dengan putaw. 

Putaw adalah bahasa slang untuk heroin, karena warnanya yang putih kecoklatan dan cara penggunaan putau bisa dihisap, dan disuntikan.

II. Efek Penggunaan Heroin
Efek awal heroin ditandai adanya gelombang perasaan sebuah “rush”. Hal ini sering diikuti dengan kulit yang terasa hangat dan mulut yang kering. Kadangkala, reaksi awal juga termasuk muntah atau rasa gatal yang luar biasa.

Setelah efek awal ini memudar, pengguna akan mengantuk beberapa jam. Fungsi dasar tubuh seperti bernapas dan detak jantung melambat.

Dalam beberapa jam setelah efek narkoba berkurang, tubuh pecandu mulai membutuhkan lagi. Jika dia tidak mendapatkannya lagi, dia akan mulai mengalami “sakaw”. 

Putus zat (penghentian konsumsi) meliputi gejala fisik dan mental yang ekstrem yang dialami jika tubuh tidak lagi mendapatkan dosis heroin selanjutnya. 

Gejala putus zat termasuk kegelisahan, pegal-pegal dan sakit tulang, diare, muntah-muntah dan ketidaknyamanan yang luar biasa.

Pengguna merasakan high yang hebat hanya beberapa menit. Untuk pemakaian secara terus menerus, dia membutuhkan lebih banyak narkoba untuk sekedar merasa “normal”.

Efek Jangka Pendek
  1. “Rush”
  2. Pernapasan yang tertekan
  3. Fungsi mental menurun
  4. Rasa mual dan muntah-muntah
  5. Mengantuk
  6. Hipotermia (temperatur tubuh lebih rendah dari biasanya)
  7. Koma atau kematian (karena overdosis)


2. SABU
I Sejarah Sabu-Sabu
Sabu atau juga dikenal metamfetamin adalah obat-obatan yang memang membuat tubuh terasa lebih berstamina tetapi itu hanya bersifat sementara.

Melansir dari Drug Free World, amphetamine pertama kali dibuat tahun 1887 di Jerman dan metamfetamin lebih kuat dikembangkan di Jepang tahun 1919.

Sabu yang juga dikenal metamfetamin ini mulai digunakan saat Perang Dunia II. Saat itu pasukan mengonsumsinya agar tetap terjaga selama perang.

Pada 1950-an, metamfetamin mulai diresepkan sebagai ramuan diet dan mengatasi depresi. Tetapi, seiring berjalannya waktu penggunaan metamfetamin justru disalahgunakan.

Tahun 1970-an, metamfetamin justru digunakan secara ilegal tanpa resep dokter. Sebagian besar penggunaannya saat itu adalah orang pedesaan yang tidak bisa membeli kokain karena terlalu mahal.

Penyalahgunaan metamfetamin atau sabu itulah yang membuatnya memberikan dampak buruk secara fisik dan mental karena dikonsumsi terus-menerus.

Penggunaan metamfetamin dalam dosis yang tidak benar sangat memengaruhi otak dan tubuh penggunanya.

Efek samping ini bisa sangat terlihat pada pecandu sabu. Karena metamfetamin mengubah perilaku dan cara berpikir pecandu.

II. Efek Samping
Adapun beberapa efek samping seseorang kecandung metamfetamin alias sabu, yakni.
  1. Kehilangan minat pada aktivitas biasa
  2. Mengisolasi diri dari orang lain
  3. Pola tidur tidak menentu
  4. Mengabaikan hubungan
  5. Hiperaktif dan energi tinggi

III. Ciri-Ciri & Gejala Sakaw Sabu
Orang yang sedang sakau akibat berlebihan mengkonsumsi sabu biasanya akan mengalami gejala emosional sebagai berikut:
  1. Nafsu makan meninggi
  2. Depresi (umumnya kebal terhadap pengobatan terkait)
  3. Mood swing (mudah marah, perilaku berbahaya)
  4. Kesulitan berkonsentrasi
  5. Ngidam sabu
  6. Paranoid
  7. Psikosis (cenderung skizofrenia)
  8. Halusinasi
  9. Kecemasan
  10. Gelisah
  11. Tidur terlalu lama dan sering, terlalu nyenyak sulit dibangunkan, siklus tidur terganggu
  12. Kecenderungan bunuh diri
  13. Menarik diri (isolasi)
  14. Emosi datar dan inaktifitas
  15. Miskin wawasan, dan proses penilaian buruk

Gejala Fisik
Sedangkan gejala fisik yang sering terjadi pada orang yang sakau sabu adalah:
  1. Kulit pucat, kumal (bukan begadang)
  2. Penampilan fisik berantakan
  3. Pergerakan lambat
  4. Kontak mata yang buruk
  5. Berbicara terlalu halus
  6. Sakit kepala
  7. Kelelahan ekstrem
  8. Badan ngilu (bukan olahraga)

SEKIAN...
Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda sekalian.

Ingat. Zat tersebut dikatakan berbahaya karena melebihi ambang dosis yang dianjurkan.

Jauhi Narkoba dan salam bahagia.
Admin : Andini Pratiwi, SH
Editor : Nurmila 92
Blogger : 
Celebes Blogger Community (CBC)

Kantor Hukum
ABR & PARTNERS
Advokat : Andi Akbar Muzfa, SH

Thaks to :




Previous
Next Post »