07a - Tahap Tahap Persidangan Acara Perdata

Tahap-tahap Persidangan
Hukum Acara Perdata (PKPA FHP edulaw 2017 Jakarta)
Bersama:
Dr. Ricardo Simanjuntak, SH, LL.M.,ANZIIF.CIP., MCIArb


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Salah satu cara menyelesaikan sengketa hukum yang terjadi di antara warga masyarakat adalah dengan perantaraan kekuasaan kehakiman, orang yang merasa dirugikan hak atau kepentingannya menggugat orang yang dianggap merugikannya dimuka pengadilan yang berwenang.

Tujuan para pencari keadilan mengajukan perkara mereka di muka pengadilan adalah untuk mendapatkan keputusan yang adil guna menyelesaikan perkaranya, sehingga hak-hak yang diberikan oleh hukum materiil maupun kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum materiil, baik yang berupa hukum tertulis maupun yang tidak tertulis, dapat diwujudkan lewat pengadilan. Tentu saja para pencari keadilan tersebut, terutama pihak yang mengajukan gugatan (Penggugat), mempunyai keinginan agar perkaranya dapat cepat selesai.

Untuk keperluan ini mereka harus mentaati ketentuan peraturan perundangan yang mengatur cara-cara penyelesaian perkara melalui pengadilan yang berlaku. Peradilan yang bersifat cepat, sederhana, biaya murah dan dengan kata-kata sederhana seringkali justru terjadi sebaliknya. Kalau kita perhatikan bahwa suatu perkara perdata yang diajukan kemuka pengadilan diselesaikan dalam waktu yang relatif lama. Ini bisa dikarenakan oleh para pihak yang berperkara sendiri, hakim yang memeriksa perkaranya, saksi-saksi dan mungkin juga hukum acara yang dipakai sudah tidak memadai.

Dalam penyelesaian suatu perkara, para pihak dapat mempergunakan upaya yang diberikan oleh hukum untuk mencapai suatu tujuan dalam proses (upaya hukum). Salah satu upaya hukum yang dapat dipergunakan oleh tergugat dalam sidang pemeriksaan perkara adalah upaya hukum melawan gugatan yang berupa eksepsi dan rekonveksi disamping jawaban atas pokok perkaranya (verweer ten prinsipaal). Penggugat juga diberi hak untuk membantah atas jawaban tergugat dalam bentuk Replik, begitupun tergugat juga berkesempatan mengajukan Duplik atas jawaban yang disampaikan oleh penggugat. Replik-Duplik ini bisa terjadi berulang kali selama itu diperlukan.

Faktor lain yang menyebabkan persidangan menjadi lama adalah adanya interfensi dari pihak lain. Yang biasa disebut dengan pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja mendukung penggugat untuk memenangkan tuntutannya atau berpihak kepada tergugat agar lepas dari segala tuntutan. Bahkan pihak ketiga boleh mengajukan dirinya sendiri untuk masuk dalam proses acara persidangan tanpa mebela siapapun. Terkait dengan beberapa masalah diataslah kami mencoba menjelaskan sedikit dalam makalah ini.

B.    Rumusan Masalah
Pada makalah ini ada beberapa rumusan masalah dalam tahap-tahap persidangan, yaitu:
  1. Bagaimana pembacaan gugatan dalam persidangan ?
  2. Bagaimana pula jawaban gugatan dalam persidangan tersebut?
  3. Bagaimana replik penggugat dalam persidangan ?
  4. Bagaimana duplik tergugat dalam persidangan ?
  5. Bagaimana pembuktian dalam persidangan tersebut ?
  6. Bagaimana penetapan kesimpulan dalam persidangan ?
  7. Bagaimana penetapan putusan hakim dalam persidangan ?

BAB II
PEMBAHASAN
TAHAP TAHAP PERSIDANGAN


Proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam hukum, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak berhasil mendamaikan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap pemeriksaan tersebut ialah:
  1. Pembacaan gugatan.
  2. Jawaban gugatan.
  3. Replik penggugat.
  4. Duplik tergugat.
  5. Pembuktian.
  6. Kesimpulan.
  7. Putusan hakim.
Pada sidang upaya perdamaian, maka inisiatif perdamaian dapat timbul dari hakim, penggugat ataupun tergugat. Hakim harus secara aktif dan sungguh-sungguh untuk mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya damai tidak berhasil, maka sidang dapat dilanjutkan ke tahap pembacaan gugatan.

A.    Pembacaan  Gugatan
Pada tahap pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam surat gugat itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.

B.     Jawaban  Gugatan

Pada tahap jawaban ini, pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.Dalam pemeriksaan perkara dipersidangan Pengadilan Negeri jawab-menjawab antara kedua belah pihak merupakan hal amat penting. Namun demikian, apa yang dikemukakan oleh tergugat merupakan hal yang lebih penting lagi, karena tergugat merupakan sasaran penggugat. Karena itu dalam jawab-menjawab, jawaban tergugatlah yang mendapat tempat pertama.

Pada dasarnya tergugat tidak wajib menjawab gugatan penggugat. Tetapi jika tergugat menjawabnya, jawaban itu dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Namun dalam perkembangannya, jawaban diajukan oleh pihak tergugat secara tertulis. Jawaban tergugat ini dilakukan apabila upaya perdamaian yang dilakukan hakim tidak berhasil. Karena kedua belah pihak tetap pada prinsip atau pendirianya, maka hakim mempersilahkan kepada Penggugat untuk membacakan gugatannya.

Setelah selesai dibacakan gugatan tersebut hakim akan memberi kesempatan kepada Tergugat untuk menjawab atau menangkis gugatan dari Penggugat dengan fakta-fakta yang diketahuinya secara tertulis, biasanya hakim memberikan waktu satu minggu kepada Tergugat supaya siap dengan jawabannya dan dibacakan pada acara sidang berikutnya.

Adapun Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:
  1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok  perkara, yang disebut dengan tangkisan atau eksepsi.
  2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten principale).  Jawaban mengenai pokok perkara dapat dibagi lagi atas dua kategori, yaitu:
    1. Jawaban tergugat berupa pengakuan, Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan  penggugat, baik sebagian maupuan seluruhnya. Pengakuan merupakan jawaban yang membenarkan  isi gugatan.
    2. Jawaban tergugat berupa bantahan, Bila tergugat membantah, maka pihak penggugat harus membuktikannya. Bantahan (verweer) pada dasarnya bertujuan agar gugatan penggugat ditolak.
Terkait tangkisan atau eksepsi, bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan tergugat terhadap materi pokok gugatan penggugat. Tujuan pokok pengajuan eksepsi, yaitu agar pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara. Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menjatuhkan putusan negative, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan berdasarkan putusan negative itu, pemeriksaan perkara diakhiri tanpa menyinggung penyelesaian materi pokok perkara.

Menurut ilmu pengetahuan hukum acara perdata, tangkisan atau eksepsi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
  1. Eksepsi tolak (declinatoir exceptie, declinatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menolak, supaya pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk jenis ini ialah eksepsi tidak berwenang memeriksa gugatan, eksepsi batalnya gugatan, eksepsi perkara telah pernah diputus, eksepsi penggugat tidak berhak mengajukan gugatan, eksepsi tidak mungkin naik banding.
  2. Eksepsi tunda (dilatoir exceptie, dilatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menunda diteruskannya perkara. Termasuk jenis ini adalah eksepsi karena ada penundaan pembayaran dari penggugat sehingga tuntutan penggugat belum bisa dikabulkan.
  3. Eksepsi halang (peremptoir exceptie, peremptory exception) yaitu eksepsi yang bersifat menghalangi dikabulkannya gugatan penggugat, tetapi telah mendekati pokok perkara. Termasuk jenis ini eksepsi tentang lampau waktu, eksepsi tentang penghapusan hutang.
Eksepsi tolak juga eksepsi prosesuil, karena didasarkan pada ketentuan Hukum Acara Perdata. Tergugat memberikan jawaban yang berupa eksepsi prosesuil untuk menangkis supaya pokok perkara tidak diperiksa karena bukan wewenang hakim atau karena tidak diperkenankan menurut ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku. Eksepsi tunda dan eksepsi halang disebut juga eksepsi materiel, karena didasarkan pada ketentuan hukum materiel, yaitu hukum perdata. Tergugat memberikan jawaban yang berupa eksepsi materiel untuk menangkis supaya pokok perkara tidak diperiksa atau diteruskan karena bertentangan dengan ketentuan hukum perdata.

Akibat hukum daripada adanya jawaban ialah bahwa seperti yang telah diketengahkan dimuka, penggugat tidak diperkenankan mencabut gugatannya, kecuali dengan persetujuaan tergugat, kecuali itu tidak diperkenankan mengajukan eksepsi serta kesempatan untuk mengajukan rekonvensi tertutup.

Selain eksepsi, tergugat juga diperbolehkan mengajukan gugat balik terhadap penggugat. Dalam gugatan yang kedua ini, yang terpisah dari gugatan yang pertama, tergugat berkedudukan sebagai penggugat, sedang penggugat berkedudukan sebagai tergugat. Akan tetapi dalam acara gugatan antara penggugat dengan tergugat (gugat konvensi) tergugat dapat menggugat kembali pihak penggugat yang tidak merupakan acara yang terpisah dari gugatan yang pertama. Gugatan dari pihak tergugat ini disebut gugat balik atau gugat rekonvensi. Penggugat dalam gugatan pertama atau gugat konvensi, disebut sebagai penggugat dalam konvensi/tergugat dalam rekonvensi, sedang tergugat disebut sebagai tergugat dalam konvensi/penggugat dalam rekonvensi.

Gugat  rekonvensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka  atau disebut juga gugatan balasan, gugatan balik. Tidak berarti meskipun tergugat membalas gugatan, lalu ada 2 perkara yang terpisah. Dalam gugatan tersebut berisi :
  1. Ada pihak penggugat dan pihak tergugat
  2. Penggugat dalam konvensi dan tergugat dalam konvensi.
Sedangkan dalam gugatan Rekonvensi itu :
  1. Penggugat menjadi tergugat, disebut : Tergugat dalam rekonvensi
  2. Tergugat menjadi penggugat, disebut : Penggugat dalam Rekonvensi.
Jadi  kedua perkara terserbut diperiksa dan diputus sekaligus dalam satu putusan. Dan masing-masing pihak akan berusaha membuktikan kebenaran masing-masing dalil gugatannya disertai tuntutan (petitum) masing-masing pihak.

Menurut ketentuan pasal 132 a H.I.R – 157 R.Bg. terhadap setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan rekonvensi kecuali dalam tiga hal, yaitu:
  1. Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kwalitas, sedangkan rekonvensi ditujukan kepada diri penggugat peribadi dan sebaliknya. Misalnya, penggugat Albert dala kwalitas sebagai Direktur P.T. Musi Jaya Plantation mengajukan gugatan terhadap tergugat Bidin. Kemudian tergugat Bidin menjawab dengan mengajukan rekonvensi kepada Albert pribadi. Rekonvensi semacam ini tidak diperbolehkan dan hakim akan menolaknya, karena Albert itu bukan sebagai pribadi, melainkan Direktur P.T. Musi Jaya Plantation.
  2. Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugatan tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi. Misalnya penggugat Asnam (bekas suami beragama Islam) mengajukan gugatan terhadap tergugat Buntari (bekas isteri yang beragama Islam) mengenai pembagian harta yang dikuasainya. Kemudian tergugat Buntari mengajukan jawaban beserta rekonvensi kepada penggugat soal nafkah yang belum dipenuhinya. Disini persoalan nafkah termasuk wewenang Pengadilan Agama. Rekonvensi semacam ini akan ditolak oleh haki (kompetensi absolut).
  3. Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila mengenai perkara tentang pelaksanaan putusan hakim . dalam soal pelaksanaan putusan hakim, tidak ada lagi menyangkut penetapan hak karena perkaranya sudah diputus dan tinggal lagi pelaksanaan hak yang telah ditetapkan dala putusan itu. Sedangkan rekonvensi itu masih menyangkut penetapan hak, rekonvensi semacam ini harus ditolak. Misalnya, hami memerintahkan tergugat yang dinyatakan kalah supaya melaksanakan putusan yaitu menyerahkan sebidang sawah kepada penggugat. Kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan sawah tersebut. Hakim akan menolak rekonvensi ini.
Gugatan konvensi dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus dalam satu surat putusan. Tetapi apabila hakim berpendapat bahwa perkara yang satu (konvensi) dapat diperiksa lebih dulu, maka hakim dapat memisahkan gugatan konvensi dan rekonvensi itu. Jika perkara itu dipisah, maka kedua perkata tersebut tetap diperiksa oleh hakim yang sama

C.    Replik  Penggugat
Replik berasal dari dua kata yaitu re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi replik berarti kembali menjawab. Replik adalah jawaban balasan atas jawaban tergugat dalam perkara perdata (JTC Simoramgkir,cs 1980 :148). Replik harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas jawaban tergugat. Oleh karena itu, replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat.

Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang kepada penggugat untuk mengajukan rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap jawaban Tergugat atau boleh jadi penggugat menambah keterangannya dengan tujuan untuk memperjelas dalil yang diajukan penggugat dalam gugatannya.

Sebagaimana halnya jawaban, maka replik juga tidak di atur di dalam H.I.R/R.Bg, akan tetapi dalam pasal 142 reglemen acara perdata, replik biasanya berisi dalil-dalil atau hak-hak tambahan untuk menguatkan dalil-dalil gugatan penggugat. Penggugat dalam replik ini dapat mengemukakan sumber sumber kepustakaan, pendapat pendapat para ahli, doktrin, kebiasaan, dan sebagainya. Peranan yurisprudensi sangat penting dalam replik, mengigat kedudukanya adalah salah satu dari sumber hukum. Untuk menyusun replik biasanya cukup dengan mengikuti poin-poin jawaban tergugat.

Pada tahap replik, penggugat dapat menegaskan kembali gugatannya yang disangkal oleh tergugat dan juga mempertahankan penggugat melaui hakim. Replik yaitu jawaban penggugat baik terulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhkan gugatannya , dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara perdata dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawaban.

Replik merupakan tahapan persidangan yang diberikan kepada Penggugat dimana Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan hak perdatanya atas sanggahan yang diberikan Tergugat berupa tanggapannya atas Jawaban yang diberikan Tergugat .Replik tidak diatur dalam HIR namun diatur dalam  pasal 142 Rv (Reglement op Rechtsverordering).

Dalam Replik biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan sanggahan atau penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat yang dikemukakan dalam jawabannya. Bila dalam jawaban ada dalil-dalil yang bertolak belakang dengan dalil Penggugat dalam gugatannya maka pada tahap replik penggugat akan berusaha memperkuat dalil yang telah dikemukakan tersebut dengan menambahkan pendapat doktrin atau Yurisprudensi yang berkaitan erat dengan dalil yang telah dibantah tergugat tersebut. Sehingga kadang-kadang untuk semakin memperkuat dalil tersebut juga ditambahakan bukti baru yang menambah kejelasan akan dalil yang telah dikemukakan dalam gugatan semula.

Dalam replik juga dikemukakan dalil baru yang belum pernah dinyatakan dalam gugatan. Dalil baru tersebut biasanya merupakan dalil yang berdiri sendiri tetapi posoisinya tetap akan semakin memperkuat dalil-dalil gugatan secara keseluruhan sebagaimana yang dikemukakan dalam gugatan semula. Dengan demikian dapat dikatakan dalil-dalail yang dikemukakan penggugat dalam repliknya merupakan dalil-dalil yang membatah dalil-dalil tergugat dalam jawabannya juga sekaligus semakin mempertegas dan memperkokoh dalil-dalil yang telah dikemukakan dalam gugatan semula. Bila ada eksepsi yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya maka penggugat pada repliknya harus memberikan tanggapannya yang cecara keseluruhan berisi dalil-dalil yang mematahkan eksepsi yang dikemukakan tergugat tersebut.

Demikian pula bila ada eksepsi-eksepsi lain maka penggugat dalam repliknya harus memberikan tanggapan atas eksepsi tersebut apakah membenarkan atau menolaknya. Demikian pula pada bagian pokok perkara dalam replik maka ada klausul yang harus dimuat disana.

Pertama adalah menyatakan bila pada bagian eksepsi yang berisi sanggahan atau penolakan atas dalil eksepsi tergugat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok perkaranya tersebut. Hal ini penting dinyatakan karena hampir sebagian besar eksepsi merupakan eksepsi yang termasuk dalam pokok perkara sehingga harus diperiksa dan diputus bersama-sama dalam pokok  perkara pada putusan akhir.

Kedua, klausul yang berisi penolakan atas sebagian atau seluruhnya dari dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat dalam jawabannya dan menyatakan  diakui bila  ada pengakuan sepanjang memang diakui oleh penggugat. Kmeudian penggugat harus menetukan sikap dan kejelasan pokok masalahnya atas setiap dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat satu demi satu.

Penolakan itu harus dimuat dalam repliknya satu demi satu. Bila ternyata dalil-dalil dalam jawaban tersebut mempunyai kesamaan maka penggugat dalam menanggapinya bisa memasukan penolakannya tersebut dalam suatu kesatuan. Bila dalam jawaban tergugat mengajukan eksepsi maka petitum dari replik juga mengalami pergeseran bentuk yang tidak sama dengan petitum dalam gugatan dan petitum dalam jawaban  sepanjang mengenai eksepsinya.

D.    Duplik  Penggugat

Setelah penggugat mengajukan replik, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah duplik, yaitu jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Sama dengan replik, duplik ini pun dapat diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat untuk meneguhkan jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat.

Duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Tergugat dalam dupliknya mungkin membenarkan dalil yang diajukan penggugat dalam repliknya dan tidak pula tertutup kemungkinan tergugat mengemukakan dalil baru yang dapat meneguhkan sanggahannya atas replik yang diajukan penggugat. Tahapan replik dan duplik dapat saja diulangi sampai terdapat titik temu antara penggugat dengan tergugat atau dapat disimpulkan titik sengketa antara penggugat dan tergugat, atau tidak tertutup kemungkinan hakimlah yang menutup kemungkinan dibukanya kembali proses jawab-menjawab ini, apabila majelis hakim menilai, bahwa replik yang diajukan penggugat dengan duplik yang diajukan tergugat hanya mengulang-ulang dalil yang telah pernah dikemukakan di depan sidang.  Tergugat selalu mempunyai hak bicara terakhir. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang relevant dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak. Semua jawaban atau pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui izin dari ketua majlis.

Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum arahnya sidang, selalu oleh hakim ketua majlis. Bilamana pihak-pihak dan hakim tahu dan mengerti jawaban atau pertanyaan mana yang terarah dan relevant dengan hukum, tentunya proses perkara akan cepat, singkat dan tepat.

Pada tahap duplik, maka tergugat dapat mejelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat.replik dan duplik dapat diulang-ulang sehingga hakim memandang cukup untuk itu yang kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Duplik merupakan tahapan yang dimiliki tergugat. Bila perlu dalil tersebut sekaligus juga harus dapat mematahkan atau setidaknya melemahkan dalil yang dikemukakan penggugat dalam repliknya.

Kemudian dalam pokok perkara sama dengan replik ada dua klausul yang harus dimuat. Pertama, berisi pernyataan agar dalil-dalil yang dikemukakan pada bagian eksepsi dianggap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok perkaranya. Kedua, merupakan pernyatan yang menolak dalil-dali penggugat secara keseluruhan, kecuali memang ada dalil yang diakui olehnya.

Kemudian dalil-dalil  pada replik harus satu demi satu dibantah/ditolak atau mungkin diakui oleh tergugat. Sedang bentuk petitumnya memakai model yang sama dengan replik namun isinya tentunya harus bertentangan dengan apa yang dikemukakan pada replik tersebut.

E.     Pembuktian

Atas gugatan Penggugat/permohonan Pemohon, Tergugat/Termohon mempunyai hak untuk menjawab yang tertuang dalam Jawaban Tergugat/Termohon baik dalam bentuk lisan atau tulisan. Atas jawaban tersebut, Penggugat/Pemohon mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Replik.

Atas Replik tersebut, Tergugat/Termohon juga mempunyai hak untuk menanggapinya dalam Duplik. Apabila masih dimungkinkan untuk ditanggapi kembali, maka Penggugat/Pemohon dapat menuangkannya dalam Rereplik. Atas Rereplik tersebut, Tergugat/Termohon dapat menanggapinya dalam Reduplik. Setelah ini, acara jawab-menjawab dianggap selesai dan acara dilanjutkan ke tahap pembuktian. Jika setelah penyampaian Duplik oleh Tergugat/Termohon, tidak ada tanggapan lagi dari Penggugat/Pemohon, maka acara jawab-menjawab dianggap telah selesai dan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu pembuktian.

Apabila acara jawab-menjawab antara penggugat dan tergugat sudah cukup, dimana duduk perkara perdata yang diperiksa sudah jelas semuanya, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah pembuktian.
Pada tahap pembuktian, maka penggugat mengajukan semua alat-alat bukti untuk mendukung dalil-dalil gugat. Demikian pula penggugat juga mengajukan alat-alat bukti untuk mendukung jawabannya (sanggahannya). Masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya. Setelah proses jawab-menjawab (gugatan, jawaban, replik, duplik) sidang perkara perdata dilanjutkan dengan pembuktian (apabila dianggap perlu dapat pula dilakukan pemeriksaan setempat serta pemeriksaan ahli).

F.     Kesimpulan
Pada tahap kesimpulan, maka masing-masing pihak (penggugat dan tegugat) mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.Setelah tahap pembuktian, majelis hakim kemudian bermusyawarat untuk merumuskan putusan. Hakim tidak diizinkan menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat (Pasal 178 HIR).

G.    Putusan  Hakim
Pada tahap putusan, maka hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan hakim untuk mengakhiri sengketa.

BAB III
PENUTUP
SIMPULAN


Tahap-tahap dalam persidangan yaitu diantaranya sebagai berikut :
  1. Pembacaan gugatan
    Yaitu  pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam surat gugat itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.
  2. Jawaban gugatan
    Yaitu pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.
  3. Replik penggugat
    Yaitu respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat.
  4. Duplik tergugat
    Yaitu jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat.
  5. Pembuktian
    Yaitu penggugat mengajukan semua alat-alat bukti untuk mendukung dalil-dalil gugat.
  6. Kesimpulan
    Yaitu masing-masing pihak (penggugat dan tegugat) mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan
  7. Putusan hakim
    Yaitu hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan hakim untuk mengakhiri sengketa.

DAFTAR PUSTAKA
  • Darwan Prinst, S.H. Strategi  Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata., PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1992
  • Sutantio, Retnowulan dkk. 2005. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju
  • Muhammad, Abdulkadir. 1996. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
  • Mertokusumo, Sudsikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Mandar Maju
  • Soweparmono. 2000. Hukum Acara Perdata. Bandung: Mandar  Maju
  • Rasyid, Chatib dan Syaifuddin. 2009. Hukum Acara dalam Teori dan Praktik pada Peradilan. Yogyakarta: UII Pers.
  • Harahap, M. Yahya. 2009. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika
  • Manan, Abdul. 2006. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana
  • Blogger, Sarjana Hukum, https://seniorkampus.blogspot.com/



Previous
Next Post »